Kamis, Januari 24, 2008

Squid Server

Tutorial Proxy Server:Pertama-tama kita install dulu program untuk membuat Proxy Server yaitu dengan
aptitude -> / -> squid -> enter -> + -> g -> g ->
setelah program untuk membuat Proxy Server sudah terinstall semua, barulah kita mulai mengedit program tersebut yaitu dengan cara:

mcedit /etc/squid/squid.conf

acl all src 0.0.0.0/0.0.0.0
acl lab1 src 192.168.1.0/255.255.255.0
acl tidak dstdomain www.download.com
acl manager proto cache_object
acl localhost src 127.0.0.1/255.255.255.255
acl to_localhost dst 127.0.0.0/8
acl SSL_ports port 443 # https
acl SSL_ports port 563 # snews
acl SSL_ports port 873 # rsync
acl Safe_ports port 80 # http
acl Safe_ports port 21 # ftp
acl Safe_ports port 443 # https
acl Safe_ports port 70 # gopher
acl Safe_ports port 210 # wais
acl Safe_ports port 1025-65535 # unregistered ports
acl Safe_ports port 280 # http-mgmt
acl Safe_ports port 488 # gss-http
acl Safe_ports port 591 # filemaker
acl Safe_ports port 777 # multiling http
acl Safe_ports port 631 # cups
acl Safe_ports port 873 # rsync
acl Safe_ports port 901 # SWAT
acl purge method PURGE
acl CONNECT method CONNECT
serta

# INSERT YOUR OWN RULE(S) HERE TO ALLOW ACCESS FROM YOUR CLIENTS
# Example rule allowing access from your local networks. Adapt
# to list your (internal) IP networks from where browsing should
# be allowed#acl our_networks src 192.168.1.0/24 192.168.2.0/24
#http_access allow our_networkshttp_access allow localhosthttp_access deny tidakhttp_access allow lab1
# And finally deny all other access to this proxyhttp_access deny all
# TAG: http_access2
# Allowing or Denying access based on defined access lists
#
# Identical to http_access, but runs after redirectors. If not set
# then only http_access is used.
#
#Default:
# none
# TAG: http_reply_access
# Allow replies to client requests. This is complementary to http_access.
#
# http_reply_access allowdeny [!] aclname ...
#
# NOTE: if there are no access lines present, the default is to allow
# all replies
#
# If none of the access lines cause a match the opposite of the
# last line will apply. Thus it is good practice to end the rules
# with an "allow all" or "deny all" entry.
#
#Default:
# http_reply_access allow all
#
#Recommended minimum configuration:
#
# Insert your own rules here.
#
#
# and finally allow by default
http_reply_access allow all

Perhitungan Antena Helic 2,4Ghz





Perhitungan Antenna Helic 2.4GHz
Oleh: agung indropo
Frekuensi 2.437 Ghz
Diameter Pipa (Dlambda) 0.042 meter
Diameter Ground Plane 0.130 meter
Slambda 0.035 meter
Panjang Gelombang (Lambda) 0.1231 meter
Clambda 0.1319 meter 1.0718 Lambda (hrs antara 0.75-1.33 Lambda)
G (Ground Plane Diameter) 0.1300 meter 1.0560 Lambda (hrs antara 0.8-1.1 Lambda)
Slambda 0.2653 Clambda (hrs antara 0.2126-0.2867 Clambda)

Lilitan Gain Beam L (m)
dBi (deg)
1 6.64 94.2 0.04
2 9.65 66.6 0.07
3 11.41 54.4 0.11
4 12.66 47.1 0.14
5 13.63 42.1 0.18
6 14.42 38.5 0.21
7 15.09 35.6 0.25
8 15.67 33.3 0.28
9 16.18 31.4 0.32
10 16.64 29.8 0.35
11 17.05 28.4 0.39
12 17.43 27.2 0.42
13 17.78 26.1 0.46
14 18.10 25.2 0.49
15 18.40 24.3 0.53
16 18.68 23.5 0.56
17 18.94 22.8 0.60
18 19.19 22.2 0.63
19 19.43 21.6 0.67
20 19.65 21.1 0.70
Matching impedance perlu di buat karena impedansi antenna helical 150 ohm, sedangkan coax 50 ohm.
Matching impedance dibuat dari panel / lempengan metal.

Senin, Januari 21, 2008

NETWORK PLANNING

Konsep Dasar Perencanaan
Filosofi umum dari desain jaringan telekomunikasi adalah mendapatkan performansi terbaik dengan biaya implementasi yang minimal. Performansi radio meliputi kualitas kanal kontrol / signalling dan juga kanal suara. Dalam kaitan ini, ukuran dari kualitas transmisi adalah S/(I + N) atau biasa disebut RF signal to impairement ratio. Seorang engineer harus menganalisa S/(I + N) untuk dua kondisi, yang pertama pada kondisi S/(I + N) yang terburuk , sedangkan yang kedua pada kondisi S/(I + N) rata-rata yang dicapai oleh jaringan yang didesain. Dalam hal ini, kondisi performansi rata-rata akan menunjukkan ukuran persepsi pelanggan mengenai kualitas yang akhirnya bermuara pada kepuasan pelanggan. Sedangkan analisa terburuk adalah untuk mencegah berbagai kondisi terburuk yang mungkin saja terjadi.
Memanglah sulit untuk mencapai performansi yang diharapkan pada lingkungan komunikasi mobile yang sangat kompleks. Oleh karena itu seorang engineer diharapkan memiliki berbagai pengetahuan untuk melakukan optimalisasi sistem yang nantinya akan melibatkan berbagai solusi kompromi dari berbagai kondisi trade off yang nantinya akan dihadapi.

Sistem CDMA2000 1x
Definisi Teknik Multiple Access
Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik multiple access yang banyak diaplikasikan untuk seluler maupun fixed wireless. Konsep dasar dari teknik multiple access yaitu memungkinkan suatu titik dapat diakses oleh beberapa titik yang saling berjauhan dengan tidak saling mengganggu. Teknik multiple access mempunyai arti bagaimana suatu spektrum radio dibagi menjadi kanal-kanal dan bagaimana kanal-kanal tersebut dialokasikan untuk pelanggan sebanyak-banyaknya dalam satu sistem.
CDMA merupakan teknologi multiple access yang membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya menggunakan kode-kode khusus dalam lebar pita frekuensi yang ditentukan. Sistem CDMA merupakan pengembangan dari dua sistem multiple access sebelumnya. CDMA memiliki konsep multiple access yang berbeda dengan Time Division Multiple Access (TDMA) dan Frequency Division Multiple Access (FDMA) karena sistem ini memanfaatkan kode-kode digital yang spesifik untuk membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya.
CDMA memiliki beberapa keunggulan dibandingkan teknik multiple access lainnya, yaitu :
Memiliki pengaruh interferensi yang kecil antara sinyal yang satu dengan yang lainnya.
Memiliki tingkat kerahasiaan yang tinggi dimana hal ini berkaitan dengan proses acak pada teknik ini.

Konsep Dasar Sistem Spektral Tersebar
Code Division Multiple Access adalah teknik akses jamak yang didasarkan pada sistem komunikasi spektral tersebar, dimana masing-masing pengguna diberikan suatu kode tertentu yang akan membedakan satu pengguna dengan pengguna lainnya. Mulanya sistem ini dikembangkan pada kalangan militer karena kehandalannya dalam melawan derau yang tinggi, sifat anti jamming, dan kerahasiaan data yang tinggi.

Definisi Sistem Spektral Tersebar
Secara definitif, sistem komunikasi spektral tersebar merupakan suatu teknik modulasi dimana pengirim sinyal menduduki lebar pita frekuensi yang jauh lebih besar dari pada spektrum minimal yang dibutuhkan untuk menyalurkan suatu informasi. Konsep ini didasarkan pada teori C.E Shannon untuk kapasitas saluran, yaitu :
C = W log2 (1 + S/N)
Dimana : C = kapasitas kanal transmisi (bps)
W = lebar pita frekuensi transmisi (Hz)
N = daya derau (Watt)
S = daya sinyal (Watt)
Dari teori diatas terlihat bahwa untuk menyalurkan informasi yang lebih besar pada saluran ber-noise dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1. Dengan cara konvensional, dimana W kecil dan S/N besar.
2. Cara penyebaran spektrum, dimana W besar dan S/N kecil.
Pada sistem spektral tersebar sinyal informasi disebar pada pita frekuensi yang jauh lebih lebar dari pada lebar pita informasinya. Penyebaran ini dilakukan oleh suatu fungsi penebar yang bebas terhadap sinyal informasinya berupa sinyal acak semu (psedorandom) yang memiliki karakteristik spektral mirip derau (noise), disebut pseudorandom noise (PN code).
Ada beberapa teknik modulasi yang dapat digunakan untuk menghasilkan spektrum sinyal tersebar antara lain Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS) dimana sinyal pembawa informasi dikalikan secara langsung dengan sinyal penyebar yang berkecepatan tinggi, Frequency Hopping Spred Spectrum (FH-SS) dimana frekuensi pembawa sinyal informasi berubah-ubah sesuai dengan deretan kode yang diberikan dan akan konstan selama periode tertentu yang disebut T (periode chip). Time Hopping Spread Spectrum (TH-SS) dimana sinyal pembawa informasi tidak dikirimkan secara kontinu tetapi dikirimkan dalam bentuk short burst yang lamanya burst tergantung dari sinyal pengkodeannya, dan hybrid modulation yang merupakan gabungan dari dua atau lebih teknik modulasi di atas yang bertujuan untuk menggabungkan keunggulan masing-masing teknik. Teknik modulasi yang paling banyak dipakai saat ini, termasuk pada sistem CDMA2000 1x, adalah Direct Sequence Spread Spectrrum (DS-SS) karena realisasinya lebih sederhana dibandingkan teknik modulasi lainnya.
Pada DS-SS, sinyal pembawa didemodulasi secara langsung oleh data terkode yang merupakan deretan data yang telah dikodekan dengan deretan kode berkecepatan tinggi yang dibangkitkan oleh suatu Pseudo Random Generator (PRG) dan memiliki karakteristik random semu karena dapat diprediksi dan bersifat periodik. Sinyal yang telah tersebar ini kemudian dimodulasi dengan menggunakan teknik modulasi BPSK, QPSK, atau MSK. Pada sistem CDMA2000 1x digunakan teknik modulasi QPSK.

Gambar Blok pemancar DS-SS

Sedangkan pada sisi penerima, DS-SS terdiri dai tiga bagian utama yaitu demodulator, despreader dan blok sinkronisasi deret kode.

Gambar Blok Penerima DS-SS

Ketika sinkronisasi deret kode telah tercapai antara pengirim dan penerima (akuisisi dan code trackling loop telah berjalan sempurna), maka dilakukan proses despreading sinyal DS-SS. Dan dengan asumsi bahwa beda fasa pada frekuensi pembawa lokal antara pengirim dan penerima dapat dihilangkan dengan carrier recovery maka sinyal informasi yang sebenarnya akan dapat diperoleh kembali.

Kinerja Sistem Spektral Tersebar
Parameter-parameter yang menjadi ukuran kinerja sistem komunikasi CDMA seluler maupun fixed wireless berdasarkan sistem spektral tersebar antara lain adalah :
Processing Gain
Ketahanan sistem spektral tersebar terhadap interferensi ditentukan oleh seberapa lebar frekuensi penebar dibandingkan dengan lebar frekuensi pita dasarnya dalam suatu parameter yang disebut processing gain. Dimana semakin besar processing gain-nya, maka semakin tahan sistem spektral tersebut terhadap interferensi.
Bit Error Rate (modulasi QPSK)

Dimana :
Eb = Energi per bit (dBW atau Watt)
No = Rapat daya noise (dB/Hz atau Watt/Hz)
Kapasitas Sistem
Jika diasumsikan bahwa sebuah sel mempunyai N user yang konstan, maka sinyal yang diterima oleh base station pada sel tersebut terdiri dari sinyal user yang diinginkan ditambah (N-1) sinyal dari user penginterferensi. Dengan asumsi kontrol daya bekerja sempurna, maka sinyal terima untuk semua kanal adalah sama, yaitu sebesar S. Sehingga persamaan energy per bit (Eb) dan rapat spektrum daya penginterfernsi (Io) dapat dinyatakan sebagai berikut :
Eb =

Sedangkan persamaan energy bit to interference (Eb/Io) adalah :

Dari persamaan di atas diperoleh bahwa kapasitas sel atau jmlah kanal yang dapat diakomodasi oleh satu frekuensi pembawa dengan bandwidth (W) adalah :

Jika N diasumsikan sangat besar maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi :

Jika interferensi dari sel lain, gain aktifitas suara, dan gain sektorisasi antena juga diperhitungkan, maka persamaannya menjadi :

Dimana :
W = lebar pita frekuensi spektral tersebar (Hz) = 1,2288 MHz
R = data rate sinyal informasi (kbps) = 9,6 kbps
Eb/Io = rasio energi per bit terhadap rapat daya penginterfernsi (dB)
α = gain aktifitas suara ( ≈ 2,67 untuk suara dan ≈ 1 untuk data)
β = gain sektorisasi antena ( ≈ 2,4 untuk antena trisektoral)
f = faktor interferensi dari sel lain ( ≈ 0,6)

Konsep Dasar Sistem CDMA2000 1x
CDMA 2000 adalah platform wireless yang termasuk ke dalam spesifikasi International Mobile Telecommunication 2000 (IMT-2000) dan merupakan pengembangan dari standar platform wireless CDMA IS-95. Teknologi transmisi radio CDMA2000 adalah teknologi wideband dengan teknik spread spectrum yang memanfaatkan teknologi CDMA untuk memenuhi kebutuhan layanan sistem komunikasi wireless generasi ketiga (3G) berupa aplikasi layanan multimedia. Sistem CDMA2000 mencakup implementasi luas yang ditujukan untuk mendukung data rate baik untuk circuit switched maupun packet switched dengan memanfaatkan data rate mulai dari 9,6 kbps (TIA/EIA-95-B) sampai lebih dari 2 Mbps. Beberapa layanan yang dapat didukung antara lain, wireless internet, wireless e-mail, telemetry dan wireless commerce.
Standarisasi CDMA2000 1x dilakukan berdasarkan spesifikasi IS2000 yang kompatibel dengan sistem IS-95 A/B (CDMAone). Dibandingkan dengan IS-95, jaringan CDMA2000 1x mengalami beberapa pengembangan seperti kontrol daya yang lebih baik, uplink pilot channel, teknik vocoder baru, pengembangan kode Walsh serta perubahan skema modulasi. Sedangkan pada sisi arsitektur jaringan terdapat Base Station Controller (BSC) dengan kemampuan IP Routing, BTS multimode serta PDSN (Packet Data Serving Node).

Arsitektur Jaringan CDMA2000 1x


Gambar Arsitektur CDMA2000 1x

Skema struktur jaringan CDMA2000 1x secara umum terdiri dari :
User terminal, terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :
Fixed terminal
Portable / handheld
o Membentuk, memelihara, dan memutuskan hubungan dengan Radio Network melalui antarmuka radio-packet.
o Mengumpulkan data autentifikasi, autorisasi dan akunting yang diperlukan oleh AAA.
Radio Access Network (RAN), terdiri dari beberapa komponen berikut :
· Base Transceiver Station (BTS)
BTS bertanggung jawab untuk mengalokasikan daya digunakan oleh pelanggan serta berfungsi sebagai antarmuka yang menghubungkan jaringan CDMA2000 1x dengan perangkat pelanggan. BTS terdiri dari perangkat radio yang digunakan untuk mengirimkan dan menerima sinyal CDMA.
· Base Station Controller (BSC)
BSC bertanggung jawab untuk mengontrol semua BTS yang berada di dalam daerah cakupannya serta mengatur rute paket data dari BTS ke PDSN atau sebaliknya serta trafik dari BTS ke MSC atau sebaliknya.
· Packet Data Serving network (PDSN)
Merupakan komponen baru yang terdapat dalam sistem seluler berbasis CDMA2000 1x yang bertujuan untuk mendukung layanan paket data. Fungsi PDSN antara lain untuk membentuk, memelihara dan memutuskan sesi Point-to-Point Protocol (PPP) dengan pelanggan.
Circuit Core Network (CCN), terdiri dari beberapa komponen berikut :
· Mobile Switching Center (MSC)
MSC diletakkan di pusat jaringan mobile communication dan juga bekerja dengan jaringan lain seperti PSTN, PLMN, dll.
· Home Location Register (HLR)
HLR merupakan tempat yang berisi informasi pelanggan yang digabungkan dengan pengantar layanan paket data. Layanan informasi dari HLR diambil dalam Visitor Location Register (VLR) pada jaringan switch selama proses registrasi berhasil.
· Visitor Location Register (VLR)
VLR secara temporari menyimpan dan mengontrol semua informasi dari Mobile Station (MS) yang berada pada area kontrol. Ketika pelanggan melakukan panggilan maka VLR mentransmit semua informasi yang berhubungan dari MSC.
· SMSC (Short Message Service Center) bertanggung jawab dalam penyampaian, penyimpanan dan pengajuan suatu pesan singkat.
· ISMSC (Intelligent Short Message Service) merupakan gateway untuk menyelenggarakan interworking dengan jaringan PSTN dan GSM.
Packet Core Network (PCN), terdiri dari beberapa komponen berikut :
Router berfungsi untuk merutekan paket data dari dan ke berbagai elemen jaringan yang terdapat pada jaringan CDMA2000 1x serta bertanggung jawab untuk mengirimkan dan menerima paket data dari jaringan internal ke jaringan eksternal atau sebaliknya.
Fire Wall berfungsi untuk mengamankan jaringan terhadap akses dari luar.
Authentication, Authorization and Accounting (AAA)
AAA menyediakan fungsi untuk authentication bertalian denagn PPP dan hubungan mobile IP, melakukan autorisasi yaitu layanan profil dan kunci keamanan distribusi dan manajemen dan accounting untuk jaringan paket data dengan menggunakan protokol Remote Access Dial in User Service (RADIUS) AAA server juga digunakan oleh PDSN untuk berhubungan dengan jaringan suara dari HLR dan VLR.
Home Agent
HA berfungsi untuk menelusuri lokasi mobile station (MS) sekaligus mengecek apakah paket data telah diteruskan ke MS tersebut.

Model Kanal pada Sistem CDMA2000 1x
Struktur kanal pada CDMA2000 1x terbagi menjadi dua arah yaitu kanal reverse yang arahnya dari MS ke BTS dan kanal forward yang arahnya dari BTS ke MS. Gambar dibawah menunjukkan struktur kanal forward dan kanal reverse untuk sistem CDMA2000 1x.

Kanal Reverse
Perbedaan utama struktur kanal reverse pada sistem IS-95 dan CDMA2000 1x adalah adanya kanal pilot yang memungkinkan demodulasi secara koheren dan menyediakan informasi power control.
Pelanggan pada arah reverse dipisahkan dengan pembedaan time offset dari suatu kode panjang (long code) dengan panjang 242 – 1 chips. Kode panjang ini dihasilkan oleh suatu generator PN dengan masukan 42 bit dan laju kode 1,2288 Mcps. Untuk mengantisipasi terjadinya multipath dan delay, maka time offset antar kode dipisahkan minimal sebesar 64 chips. Sedangkan kanal-kanal pada arah reverse dibedakan dengan menggunakan kode Walsh yang ortogonal.
Berikut ini struktur kanal yang ditansmisikan oleh MS pada arah reverse :


Gambar Struktur Kanal Reverse yang ditransmisikan oleh MS

Kanal-kanal yang ditransmisikan pada arah reverse dapat dikategorikan menjadi :
1. Common Channels yang menyediakan hubungan antara BTS dengan beberapa MS (point to multipoint) yang terdiri dari :
Access Channel (R-ACH)
Access Channel berfungsi untuk menyediakan komunikasi dari MS ke BTS pada saat MS tidak sedang menggunakan traffic channel. Fungsi utama access channel adalah untuk merespon paging channel dan pengalamatan panggilan.
Enhanced Access Channel (R-EACH)
Enhanced Access Channel merupakan pengembangan dari access channel yang mampu meminimalisasi terjadinya tabrakan serta mengurangi daya yang dibutuhkan oleh access channel.
Reverse Common Control Channel
Kanal ini digunakan untuk mengirim signalling message dari MS ke BTS.
2. Dedicated Channel yang dialokasikan bagi setiap MS (point to point) dan terdiri dari :
Reverse Pilot Channel (R-PICH)
Kanal pilot ini berfungsi sebagai pilot yang memungkinkan deteksi koheren pada arah reverse dan memungkinkan MS berkomunikasi pada level daya yang lebih rendah dengan cara menginformasikan pada BS level daya yang telah diterima sehingga BS dapat mengatur kembali daya pancarnya.
Reverse Dedicated Control Channel (R-DCCH)
Kanal ini bertujuan untuk menggantikan metode dim and burst serta blank and burst pada traffic channel dan digunakan untuk mengirimkan pesan serta mengontrol panggilan.
Reverse Fundamental Channel (R-FCH)
Kanal ini digunakan untuk mengakomodasi layanan suara dan data berkecepatan rendah, yaitu 9,6 kbps (rate set 1) dan 14,4 kbps (rate set 2).
Reverse Supplemental Channels (R-SCH)
Kanal ini digunakan untuk mengakomodasi layanan dengan data rate yang lebih besar dari 9,6 kbps dan 14,4 kbps serta diterapkan pada radio configuration 3 sampai 6 yang memiliki skema modulasi, coding, dan vocoder yang berbeda-beda.
Reverse Supplemental Code Channels (R-SCCH)
Fungsi kanal ini hampir sama dengan Reverse Supplemental Channels hanya saja digunakan pada radio configuration 1 dan 2 yang didesain agar kompatibel dengan sistem CDMA IS-95.

Kanal Forward
Pada komunikasi arah forward, sinyal dari sel atau sektor yang berbeda dipisahkan dengan pembedaan time offset dari dua buah kode pendek (short code) dengan panjang 215 – 1 chips, satu untuk kanal I dan satu untuk kanal Q. Kode pendek ini dihasilkan oleh generator PN dengan masukan 15 bit dan laju kode 1,2288 Mcps. Untuk mengantisipasi terjadinya multipath dan delay maka time offset antar kode dipisahkan minimal 64 chips. Dan karena hanya ada 512 kode PN, maka alokasi kode PN harus benar-benar direncanakan.
Salah satu metode perencanaan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
Tabel Alokasi kode PN (kode pendek)


Sektor Kode PN
Alpha 3 x P x N – 2P
Beta 3 x P x N
Gamma 3 x P x N - P
Omni 3 x P x N

Dimana : N = pola penggunaan kode PN, direkomendasikan nilainya 19
P = jarak antar kode PN, direkomendasikan nilainya 6

Berikut ini struktur kanal yang ditransmisikan oleh BS pada arah forward dimana masing-masing kanal menggunakan kode Walsh dan saling ortogonal :


Gambar Struktur Kanal Forward yang ditransmitkan oleh BTS

Sebagaimana pada arah reverse, kanal-kanal yang ditransmitkan pada arah forward dapat dikategorikan menjadi :
1. Forward Common Channel yang terdiri dari :
Forward Pilot Channel (F-PICH)
Forward Pilot Channel secara kontinu memnacarkan informasi frekuensi dan fasa ke seluruh MS yang berada dalam sel tersebut dengan menggunakan kode penebar yang sama yaitu kode Walsh ke-0 yang dimodulasi dengan kode pendek (short code) tetapi dengan time offset yang berbeda untuk membedakan pilot channel dari sel / sektor tertentu. Untuk menjamin deteksi fasa dan referensi frekuensi pembawa yang akurat, maka pilot channel ini ditransmisiskan dengan level daya yang relatif lebih besar dari pada kanal-kanal lainnya.
Forward Common Auxiliary Pilot (F-CAPICH)
Forward Common Auxiliary Pilot diarahkan pada spot beam tertentu agar dapat meningkatkan kapasitas, luas daerah cakupan, serta performansi beberapa mobile station dalam spot beam yang sama.
Forward Sync Channel (F-SYNC)
Kanal ini digunakan pada daerah tertentu dari suatu BTS untuk mendapatkan sinkronisasi waktu dan menentukan lokasi kanal paging.
Forward Paging Channel (F-PCH)
Kanal paging digunakan untuk mengirimkan pengontrolan informasi dan pesan paging. F-PCH membawa pesan overhead, pages, acknowledgements, channel assignment, status permintaan dan shared secret data (SSD) dari BTS ke MS.
Forward Common Control Channel (F-CCCH)
Kanal ini digunakan untuk signalling messages dari MS ke BTS dan dapat beroperasi pada data rate 9,6 kbps; 19,2 kbps; atau 38,4 kbps dengan panjang frame yang berbeda-beda.
2. Forward Dedicated Channel terdiri dari Forward Fundamental Channel (F-FCH) dan Forward Supplemental Channel (F-SCH) yang fungsinya sama dengan Reverse Fundamental Channel (R-FCH) dan Reverse Supplemental Channel (R-SCH).

Kontrol Daya
Pada sistem CDMA, karena semua user menggunakan bandwidth dan waktu yang sama, maka terjadi interferensi antar user. Besarnya interferensi dari seorang user dibanding dengan level daya terima pada BTS dari user tersebut, sehingga bagi user yang lebih dekat ke BTS memberikan kontribusi interferensi yang lebih besar bagi user lainnya, akibatnya bagi user yang paling jauh dari BTS akan menerima interferensi paling besar. Masalah ini disebut dengan near-far problem. Untuk mengatasi near-far problem ini dilakukan kontrol daya, yakni pengendalian level daya pancar MS oleh BTS untuk semua MS yang berbeda-beda jauhnya dari BTS sedemikian rupa, sehingga level daya yang diterima pada BS sama besar baik yang berasal dari MS yang lebih jauh maupun yang lebih dekat ke BTS.
Kontrol daya pada CDMA2000 1x mempunyai bit rate 800 bps dan disebut kontrol daya cepat arah maju (fast forward link power control) untuk alokasi kontrol daya ke kanal trafik forward yang berbeda.

Kapasitas Sistem CDMA2000 1x
Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah user yang bisa ditampung oleh sebuah cell site dengan harga QoS/GOS yang memadai. Kapasitas dalam sistem CDMA2000 1x akan sangat tergantung pada interferensi dalam sistem itu sendiri. Penambahan jumlah user dalam sistem juga akan menambah level interferensi dalam sistem. Setiap penambahan kapasitas atau bertambahnya interferensi akan menurunkan kualitas sinyal suara dalam batas tertentu. Sehingga bila kapasitas ditingkatkan maka akan berpengaruh pada kualitas sinyal suara, jadi perlu diatur agar kualitas tetap tinggi tanpa banyak mengurangi kapasitas. Dengan demikian terdapat trade off antara kualitas dan kapasitas yang diakses. Fenomena ini disebut dengan soft capacity. Soft capacity merupakan hal yang menguntungkan terutama untuk menghindari dropp call pada saat terjadi handoff.
Sistem CDMA menggunakan Universal Frequency Reuse, artinya bandwidth di share untuk semua sel sedangkan transmisinya akan dibedakan dengan suatu spreading sequence yang unik, dan dalam perencanaannya harus dipikirkan pula mengenai Multiple Access Inteference (MAI) yang berasal dari user dari sel-sel didekatnya. Teknik mengurangi multiple access interference dijabarkan sebagai gain kapasitas.

Beberapa parameter yang mempengaruhi kapasitas adalah sebagai berikut :
Voice Activity
Sejak sistem CDMA menggunakan speech coding, maka MAI dapat dikurangi dengan deteksi voice activity sepanjang variable speech transmission. Teknik ini akan mengurangi rate dari speech coder saat periode silent/diam yang dideteksi dalam speech waveform. Voice activity juga menjadi keuntungan bagi sistem multiple access lainnya.
Normalnya, jika kita sedang melakukan percakapan di telepon, maka dalam suatu saat hanya ada satu orang saja yang berbicara. Fenomena ini dapat dimonitor pada sistem seluler. Oleh karena itu pada saat periode diam, power dapat dikurangi. Sehingga daya dapat dihemat dan pengaruh terhadap interferensi juga sedikit. Dengan begitu kapasitas sistem bisa dimaksimalkan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ternyata vioce activity sekitar 3/8 atau 25% saja dari percakapan yang dilakukan. Secara teori, voice activity dapat dimasukkan dalam persamaan Eb/No, yaitu sebagai berikut :

Dengan estimasi voice activity 3/8, maka akan dapat menaikkan kapasitas sebesar 8/3 kalinya.
Sectored Cells
Sel sectoring juga merupakan metode yang cukup efektif untuk mengurangi MAI, karena setiap sektor menggunakan antena directional. Sektorisasi pada antena adalah pengarahan daya pancar antena BTS pada arah tertentu. Pengarahan antena ini bergantung dari kebutuhan. Sektorisasi dilakukan berdasarkan kepadatan trafik. Biasanya sektorisasi 60° dan 120°, untuk sektorisasi 60° maka pengarahan antena menuju enam arah dan sektorisasi 120° menuju tiga arah.
Macam-macam konfigurasi sel :
Omni directional
Sectoring 60°
Sectoring 120°


Omnidirectional adalah pemancaran sinyal ke segala arah oleh sebuah BTS pada suatu sel.
Kelebihan : mudah diplikasikan
Kekurangan : kemungkinan terjadi interferensi lebih besar
Sektorisasi
60° : suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 6 daerah yang sama besar.
Kelebihan : kemungkinan interferensi kecil
Kekurangan : delay propagasi paling besar
120° : suatu daerah cakupan sel dibagi menjadi 3 daerah yang sama besar.
Kelebihan : delay propagasi lebih kecil
Kekurangan : interferensi lebih mungkin terjadi
· Handoff
Air interface pada sistem CDMA2000 1x menyediakan kemampuan untuk handoff baik untuk voice service mapun data service, dan juga untuk service yang di-handle oleh sistem IS-95 ke sistem IS-2000 ataupun sebaliknya dari IS-2000 ke sistem IS-95. Handoff adalah suatu peristiwa perpindahan kanal yang digunakan MS tanpa terjadinya pemutusan hubungan dan tanpa melalui campur tangan dari pemakai. Peristiwa handoff terjadi karena pergerakan MS keluar dari cakupan sel asal dan masuk cakupan sel baru.
Terdapat tiga macam handoff yang diterapkan pada sistem berbasis CDMA2000 1x:
1. Soft Handoff
Merupakan handoff yang terjadi antar sel dengan frekuensi pembawa yang sama, dimana MS memulai komunikasi dan membentuk hubungan dengan BTS yang baru terlebih dahulu sebelum memutuskan hubungan dengan BTS asal. Hubungan akan diputuskan jika proses penyambungan dengan BTS yang baru telah mantap untuk menghindari drop call. Metode pembentukan hubungan (kanal) baru terlebih dahulu sebelum memutus hubungan (kanal) lama ini dikenal dengan istilah make before break.
2. Softer Handoff
Handoff yang terjadi antar sektor dalam satu sel dengan frekuensi pembawa dan BTS ayang sama. Handoff ini juga berbasis pada metode make before break.
3. Hard Handoff
Tipe ini menggunakan metode break before make yang berarti harus terjadi pemutusan huubungan dengan kanal trafik lama sebelum terjadi hubungan baru. Hard handoff terjadi pada sistem dual mode dimana sistem akses radio CDMA2000 1x diopersasikan bersama-sama dengan sistem akses radio lainnya seperti CDMA IS-95 atau AMPS. Selain itu juga antara sektor atau sel dengan frekuensi pembawa yang berbeda.


TelkomFlexi
Alokasi Frekuensi TelkomFlexi
Teknologi CDMA yang dikembangkan dalam layanan TelkomFlexi ini tidak sebagaimana sistem seluler bergerak pada umumnya yang dapat bergerak bebas (roaming) secara nasional bahkan internasional. Pada TelkomFlexi area mobilitas user dibatasi dalam satu wilayah dengan kode area yang sama. Karena itu layanan TelkomFlexi menamakan dirinya sebagai layanan fixed wireless. Konfigurasi jaringan TelkomFlexi diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar Konfigurasi jaringan fixed wireless TelkomFlexi

Secara umum arsitektur jaringan TelkomFlexi terdiri dari perangkat layanan suara dan data. Untuk melayani trafik suara, trafik akan disalurkan ke MSC, sementara untuk layanan data akan diteruskan ke perangkat PCN (Packet Core Network) yang terdiri dari PDSN, AAA server, dan Home Agent.
Layanan yang diberikan TelkomFlexi diantaranya layanan pesan singkat (Short Message Service/SMS), web service, pesan bergambar (Multimedia Message Service/MMS), komunikasi data via internet, dan faksimili dengan kecepatan data mencapai 144 kbps.

Kelebihan dan kekurangan TelkomFlexi
Beberapa kelebihan yang dimiliki jaringan TelkomFlexi adalah :
1. Pembangunan jaringan lebih cepat dibanding sistem wireline, sehingga dapat menghemat waktu pembangunan.
2. Dapat melayani paket data dengan rate mencapai 144 kbps.
3. Lebih fleksibel, karena terminal pelanggan dapat dijadikan sebagai telepon rumah maupun handset seluler.
4 Kapasitas TelkomFlexi CDMA2000 1x dapat ditingkatkan dengan sektorisasi.
5. Perhitungan pulsa biasa seperti tarif PSTN.
6. Mempunyai kemampuan untuk migrasi ke full mobility dan sistem generasi ke tiga.
7. Fitur automutasi yaitu fitur yang memungkinkan pelanggan memiliki fleksibilitas dari satu flexi area ke flexi area lain dalam satu layanan lokal.
Sedangkan kekurangan dari jaringan TelkomFlexi adalah tidak dapat roaming karena pembatasan masalah regulasi.

Untuk wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Banten, jaringan TelkomFlexi CDMA2000 1x menggunakan alokasi spektrum frekuensi yang spesifik, berbeda dengan jaringan CDMA2000 1x lain di Indonesia. Alokasi frekuensi dibagi menjadi beberapa pita frekuensi yang ditempatkan pada sistem carrier yang berbeda seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel Alokasi Frekuensi CDMA 1900 MHz

Transmit Frequency Band (MHz)
Mobile Station Base Station
A 15 1850-1865 1930-1945
D 5 1865-1870 1945-1950
B 15 1870-1885 1950-1965
E 5 1885-1890 1965-1970
F 5 1890-1895 1970-1975
C 15 1895-1910 1975-1990

Jaringan TelkomFlexi di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten menggunakan alokasi frekuensi 1900 MHz dengan bandwidth total 5 MHz (E-band). Persamaan matematis yang digunakan untuk menentukan frekuensi pembawa berdasarkan nomor kanal yang digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel Persamaan Matematis untuk Penentuan Frekuensi Pembawa

Transmitter CDMA Channel Number Center Frequency (MHz)
Mobile Station
(reverse link) 0 ≤ N ≤ 1199 1850 + 0.050 N
Base Station
(forward link) 0 ≤ N ≤ 1199 1930 + 0.050 N

Pada contoh kasus perencanaan TelkomFlexi Jakarta, dengan alokasi sebesar 5 MHz dan carrier spacing sebesar 1,25 MHz maka dapat dialokasikan hingga 3 frekuensi carrier untuk TelkomFlexi. Untuk mencegah terjadinya interferensi antar sistem yang berbeda maka ditambahkan guard band sebesar 0,27 MHz. Pada tahap awal, hanya digunakan satu frekuensi pembawa saja yang dialokasikan pada setiap site yaitu kanal 750. Jika kebutuhan pelanggan semakin meningkat dan kapasitas site sudah tidak mampu lagi menangani trafik yang ada maka frekuensi pembawa lain akan ditambahkan pada site tersebut seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel Frekuensi Pembawa untuk TelkomFlexi

Frekuensi Carrier (MHz)
MS BTS
725 1886,25 1966,25
750 1887,5 1967,5
775 1888,75 1968,75


Wireless Local Loop
Alokasi Frekuensi Sistem WLL (Wireless Local Loop)
2.1 Sistem DECT (Digital Enhanced Cordless Telecommunication)
DECT adalah sebuah standar teknologi akses radio yang dikembangkan dengan tujuan untuk menciptakan sebuah sistem yang dapat menyediakan akses ke dalam berbagai jaringan telekomunikasi. Standar tersebut adalah standar antarmuka udara yang menunjang interoperabilitas antar perangkat dari berbagai pabrik. DECT merupakan teknologi akses radio yang umum digunakan untuk telekomunikasi dengan jarak atau daerah cakupan yang pendek antara 10 m sampai 5 km dengan kapasitas yang tinggi tergantung dari aplikasi, konfigurasi dan lingkungannya. DECT dapat diadaptasi untuk berbagai aplikasi cordless seperti komunikasi bergerak terbatas, WLL, Cordless PBX dan lain-lain. Sistem DECT dapat diimplementasikan dari sistem dengan single cell multi user hingga multi cell multi user. Sebagai single cell multi user yaitu aplikasi untuk daerah residensial, sedangkan multi cell multi user aplikasinya untuk bisnis, publik, dan local loop. Standar DECT ditetapkan oleh ETSI, badan standar telekomunikasi Eropa yang juga menetapkan standar ISDN di Eropa. Standar ini memiliki beberapa kelebihan baik di pihak operator maupun pada end user, antara lain dapat dengan mudah untuk diperluas sesuai dengan bertambahnya jumlah user, tidak memerlukan perencanaan frekuensi, mampu melayani daerah dengan kepadatan tinggi, sekitar 10000 user per km2, teknologi alternatif yang ekonomis untuk instalasi pada jaringan local loop, mobilitas panggilan dimana user dapat bergerak pada coverage area dan dapat mengadakan atau menerima panggilan, proteksi terhadap penggunaan ilegal (terdapat prosedur autentifikasi), kualitas suara yang baik.
DECT memiliki spesifikasi seperti di bawah ini :
Frekuensi : 1880 – 1900 MHz
Jumlah frekuensi pembawa : 10
Lebar pita per kanal RF : 1,728 MHz
Modulasi : GFSK
Metode Akses : MC-TDMA, 12 duplex slots/frame
Panjang frame : 10 milisec
Pengkodean suara : 32 kbps ADPCM
Basic duplexing : TDD (Time Division Duplex) dengan 2 slot pada RF carrier yang sama
Laju bit total : 1152 kbps
Laju bit per kanal bicara : 32 kbps B-field (trafik)
6,4 kbps A-field (control/signalling)
Daya pancar maksimum : 250 mWatt

Untuk layanan suara, DECT menggunakan teknik pengkodean Adaptive Diffential Pulse Code Modulation dengan laju bit 32 kbps. ADPCM mampu menekan laju bit tarnsmisi menjadi setengah dari laju bit transmisi sistem PCM dengan memodulasi selisih antara dua sinyal sampel sinyal PCM dengan jumlah bit yang lebih sedikit. Untuk layanan data seperti ISDN, sistem DECT akan berperan sebagai stasiun relay yang meneruskan informasi dari perangkat pelanggan ke sentral lokal dengan laju bit transmisi yang beragam.

DECT RLL merupakan keseluruhan segmen dari jaringan PTO (Public Telecommunication Operator) antara sentral lokal dengan NTP (Network Termination Point) di sisi pelanggan yang memberikan layanan dengan menggunakan media radio dengan standar DECT sebagai interface udaranya.
Secara logika, setiap sistem DECT dibangun oleh dua komponen, Fixed Part (FP) dan Portable Part (PP). Fixed Part terdiri dari satu atau lebih Radio Fixed Part (RFP), controller, dan perangkat pendukung lainnya. Portable Part (PP) adalah pelanggan yang dapat berbentuk terminal/handset DECT atau sebuah Cordless Terminal Adapter (CTA) yang disambungkan dengan terminal non-DECT, misalnya terminal ISDN atau pesawat telepon.


Gambar Konfigurasi jaringan WLL DECT

Salah satu ciri khas sistem DECT adalah tidak adanya bagian dari sistem yang menjalankan fungsi-fungsi switching. Fungsi-fungsi switching, routing serta charging dan billing dilakukan oleh sentral lokal atau Local Exchange. Standar DECT memungkinkan antarmuka udara diakses oleh berbagai perangkat dari manufaktur yang berbeda. Berikut ini adalah fungsi dari masing-masing perangkat pada gambar di atas:
Local Exchange (LE) : menjalankan fungsi-fungsi switching, routing serta mengolah data-data pelanggan termasuk didalamnya charging dan billing.
Controller : selain berfungsi untuk mengendalikan RFP, juga berfungsi sebagai penghubung antara Jarlokar dengan LE dan sebagai antarmuka dengan terminal OA&M.
Radio Fixed Part : berfungsi sebagai base station. RFP memiliki kemampuan untuk menerima dan memancarkan sinyal informasi dan signalling dari dan ke CTA disamping mempertahankan hubungan radio.
Cordless Terminal Adapter : memiliki kemampuan untuk mengakses antarmuka udara DECT dan dapat mendukung layanan ISDN.

Interface pada DECT :
§ Interface antara LE dengan FP (I/F1), menghubungkan jaringan akses DECT dengan jaringan telepon publik (PSTN). Interface ini digunakan untuk membawa informasi antara controller dengan LE berdasarkan layanan yang diakses oleh pengguna RLL. Interface yang digunakan pada I/F1 yaitu dapat berupa saluran analog atau saluran digital 2Mbps misalnya V.5.1 atau V.5.2.
§ Radio Interface (I/F3), interface udara yang digunakan untuk menghubungkan CTA dengan FP menggunakan standar DECT, dan disinilah dapat ditunjukkan karakteristik utama lapisan fisik dari sistem DECT. Interface ini digunakan untuk membawa informasi yang berhubungan dengan call control, manajemen radio resource, manajemen mobilitas, pesan OA&M.
§ Interface antara CTA dengan terminal (I/F4), digunakan untuk membawa informasi sehingga dapat diakses sesuai dengan layanan yang digunakan. Menggunakan saluran analog 2 kawat pada frekuensi suara (voice).
§ Interface OA&M, digunakan untuk membawa informasi yang berhubungan dengan konfiigurasi, unjuk kerja, dan manajemen sistem RLL. Untuk menghubungkan OA&M dengan FP menggunakan koneksi TCP/IP dengan V.24.

2.2 Sistem PHS (Personal Handy-Phone System)
Personal Handy-Phone System (PHS) adalah salah satu standar komunikasi cordless digital yang termasuk sistem komunikasi PCS (Personal Communication System) dengan menggunakan teknologi wireless. PHS didesain untuk menyediakan layanan voice dan multimedia baik untuk indoor maupun outdoor. Konfigurasi jaringan PHS termasuk konfigurasi mikrosel dengan diameter 100m sampai dengan 500m dan menngunakan re-use frequency agar pemakaian bandwidth menjadi lebih hemat. Daya pancar pada sistem ini termasuk rendah dengan ukuran handset relatif lebih kecil dan hemat daya (100 jam stand by dan 4 jam waktu bicara). Sistem yang digunakan untuk PHS dapat melakukan interworking dengan PSTN, ISDN, dan teknologi mobile lainnya.
PHS memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Band frekuensi : 1895,150 – 1917,950 MHz
Carrier spacing : 300 kHz
Metode akses : TDMA-TDD
Jumlah time slot /RF : 4 time slot tiap RF
Modulasi : π/4 QPSK
Transmission rate : 384 kbps
Speech coder : 32 kbps / ADPCM
Output power (CS) : 10 mW – 500 mW
Output power (PS) : 10 mW or less

Konsep PHS (Personal Handy-Phone System)
Hubungan komunikasi kepada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
Pocket-sized portable terminal
Dapat digunakan didalam rumah, kantor ataupun diluar (outdoor).
Kapasitas tinggi
Kualitas suara tinggi
ISDN compatibility
Low cost portable terminals and changes
Memiliki service multimedia

Aplikasi Layanan pada PHS :
Layanan Dasar
ü Public Mode
ü Using signal repeater (public mode)
ü PBX mode
ü Home cordless mode
ü Transceiver mode
· Layanan tambahan
Call forwarding
Voice message services
Call transfer
Call waiting
Three party
Calling line identification
DTMF sending
· Layanan lain-lain
ü Berdasarkan fasilitas dari handset user atau PS (Personal Station)

Konfigurasi Sistem PHS


Gambar Konfigurasi sistem PHS

Teknologi Akses Radio PHS :
Satu standar air interface untuk seluruh aplikasi (public, office, and home)
Kapasitas tinggi dan menggunakan frekuensi 1,9 GHz dengan bentuk mikrosel
Dynamic Channel Allocation (DCA)
- seluruh kanal yang dialokasikan dapat digunakan dalam setiap cell
- dimungkinkan penggunaan kanal yang sama (frekuensi dan time slot) untuk panggilan yang berbeda pada cell yang berdekatan
- performansi sistem lebih baik dibandingkan dengan fixed channel allocation (traffic capacities)
- keputusan untuk pemilihan kanal ditangani oleh handheld dan the base station control logic
Compact PS dan CS dengan output power kecil

Konsep Kanal PHS
Physical Channel :
a. Satu time slot frame TDMA merupakan satu kanal fisik.
b. Dalam 1 carrier RF terdapat 4 kanal fisik (ch 0 – 3)
Logical Channel :
Tergantung dari jenis informasi yang ditransmisikan antara CS dan PS
Jenis informasinya adalah user data dan control signalling
Kanal logic ditumpangkan pada kanal fisik


Blok Diagram CS


Gambar Blok Diagram CS (Cell Station)
Dilihat dari besar daya pancar, CS dibagi menjadi tiga macam :
CS 20 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 100 m
CS 200 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 300 m
CS 500 mW : mempunyai radius daya pancaran sampai dengan 500 m

Blok Diagram PS


Gambar Blok Diagram PS (Personal Station)

Wireless LAN

Wireless LAN dikembangkan oleh para pionir akar rumput pada tahun 1985 ketika regulator telekomunikasi Amerika Serikat, FCC, mengizinkan “sekerat” radio/frekuency spectrum untuk keperluan eksperimental. Berbagai penelitian dilakukan di laboratorium utama untuk membangun jaringan nirkabel yang menghubungkan berbagai macam peralatan dari komputer, mesin kas register, dan lain-lain.
Tahun 1997 lahir standar pertama, yang masih prematur dan dikenal dengan IEEE 802.11b atau disebut sebagai wireless fidelity (Wi-Fi). Standar untuk W-LAN ini beroperasi pada spektrum frekuensi 2,4 GHz. Karena pola operasinya terbatas pada spot tertentu, maka layanan ini mempunyai sebutan popular, “hot spot”.
W-LAN bukanlah mobile, tetapi dikembangkan untuk mendukung pengguna stasioner didalam sebuah area yang kecil (small reach), yaitu hanya beberapa ratus meter jaraknya dari centric access point, ini juga merupakan unsur inti pada setiap W-LAN. Akan tetapi W-LAN dapat juga mendukung para pemakai mobile, dengan melakukan akses didaerah-daerah tertentu atau disebut dengan hot spot. Walaupun hot spot masih ditemukan hanya pada tempat dengan konsentrasi pemakaian tinggi, seperti hall/aula konferensi, ruang bersantai pelabuhan udara, hotel atau café. Namun hal ini justru memudahkan para professional yang membutuhkan dukungan konektifitas akses internet selagi tengah berada di luar kantor. Mereka yang tidak berada dalam jangkauan jaringan (wired maupun wireless intranet), boleh menghubungkan ke internet via publik W-LAN dan memanfaatkan kecepatan data yang tinggi.
Satu akses point bisa menangani banyak client dengan beberapa aplikasi. Akses point mempunyai jarak yang terbatas, yaitu 500 feet (150 m) dalam ruangan dan 1000 feet (300 m) di luar ruangan. Pada tempat yang luas dibutuhkan lebih dari satu akses point. Posisi akses point disesuaikan dengan lokasi, artinya melingkupi semua area dalam lokasi yang diinginkan, sehingga hubungan client dengan jaringan tidak akan terputus. Kemampuan jaringan untuk bergerak dari cakupan akses point satu ke lainnya disebut roaming. Ketika terjadi roaming, level daya pancar akan berubah dan kualitas sinyal juga akan berbeda. Akan tetapi, semakin baik performansi jaringan maka semua akibat dari psoses perpindahan itu tidak akan dirasakan oleh client.

Teknologi Wireless Data
Kehadiran teknologi wireless ditengah perkembangan teknologi komunikasi mendapat perrhatian besar dari para operator di dunia. Pada mulanya teknologi ini hanya bersifat elementer disamping jaringan tembaga, tetapi karakteristik wireless yang fleksibel menjadikannya sebagai salah satu teknologi utama yang diaplikasikan dalam jaringan telekomunikasi. Kondisi ini menciptakan peluang besar bagi para vendor dan supplier untuk membangun industri wireless secara besar-besaran.
Penggunaan wireless LAN tidak mengurangi keuntungan yang kita peroleh dari aplikasi LAN dengan kabel. Konektifitas tidak mempengaruhi pemasangan. “Lokal Area” tidak lagi diukur dalam satuan kaki/meter tetapi mil/kilometer. Infrastruktur tidak lagi harus ditanam dibawah tanah atau tersembunyi dibalik dinding. Infrastrukturnya kini bisa berpindah dan berubah sesuai kecepatan pertumbuhan organisasi / perusahaan.

Standar Wireless LAN
Ketentuan-ketentuan mengenai LAN mempunyai standar yang telah diatur oleh IEEE 802. Dimana berdasarkan tingkatan OSI terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya IEEE 802.11 yang mengatur tentang Wireless LAN. Dalam perkembangannya standar IEEE 802.11 berkembang menjadi IEEE 802.11a, IEEE 802.11b, IEEE 802.11g. Masing-masing standar tersebut menggunakan aturan-aturan yang berbeda meskipun tidak terlalu mencolok. Kebanyakan produk dari wireless LAN menggunakan standar IEEE 802.11b.

Band Frekuensi
Standar IEEE 802.11b beroperasi pada band frekuensi 2,4 GHz ISM (industri science dan medical), yang mampu menyediakan 83 MHz spektrum dari semua traffic wireless yang ada. Pada standar IEEE 802.11b, karena beroperasi pada ISM band yang juga digunakan oleh banyak perangkat, maka akan mudah diganggu oleh peralatan yang bekerja pada frekuensi ISM, antara lain telepon dan microwave oven.

Data rate dan jangkauan
Standar IEEE 802.11a memiliki data rate maksimum 54 Mbps yang secara substansial dibandingkan dengan 11 Mbps pada IEEE 802.11b. Untuk komunikasi jarak jauh, kecepatan access p[oint pada kedua standar akan menurun. Untuk data yang disalurkan optimal dan jangkauan yang maksimum, IEEE 802.11b memiiliki skala rate pada 1; 2; 5.5; dan 11 Mbps.

Modulasi
Standar IEEE 802.11b menggunakan DS-SS (direct sequence spread spectrum) dimana skema enkodingnya menggunakan 3 non overlapping cahnnel.


Secara umum sistem LAN nirkabel ini mempunyai dua konfigurasi, yaitu :
Konfigurasi Ad-hoc
Konfigurasi infrastruktur (client – server)

Konfigurasi Wireless LAN

Gambar Konfigurasi hotspot Wireless Lan berbasis non seluler
1.1 Klasifikasi area berdasarkan kerapatan bangunan
Dalam penentuan daerah layanan, perlu diketahui bagaimana kondisi real lapangan. Berapa luas wilayah layanan yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan jumlah sel dan pemilihan lokasi base station yang tepat. Kondisi topologi daerah perlu diketahui, apakah berbukit-bukit, datar, atau memiliki kemiringan terhadap permukaan bumi. Perlu diketahui bagaimana kondisi kerapatan dan ketinggian bangunan, serta kepadatan pemukiman penduduk untuk mengetahui daerah tersebut termasuk kualifikasi urban, suburban, atau rural.

Secara umum klasifikasi area adalah sebagai berikut :
1. Daerah terbuka (Open Land)
Daerah belum berkembang atau hanya sebagian kecil dari daerah sudah berkembang, populasi penduduk masih sedikit.
2. Daerah terbuka industri (Industrialized Open Land)
Daerah yang sudah berkembang, daerah pertanian skala besar, dengan industri yang terbatas.
3. Daerah pedesaan (Suburban Area)
Gabungan antara daerah pemukiman penduduk dengan sejumlah kecil industri.
4. Kota kecil sampai menengah (Small to Medium City)
Populasi pemukiman penduduk cukup rapat, jumlah bangunan tinggi yang juga cukup banyak.


1.2 Pengumpulan data dengan survey
Survey lapangan diperlukan untuk mengevaluasi desain yang sudah dibuat kemudian dicocokkan dengan kondisi real di lapangan. Beberapa hal yang diperlukan dan harus dipertimbangkan untuk melakukan survey di lapangan adalah :
Letak lokasi stasiun pemancar, stasiun-stasiun pengulang (bila ada) dan stasiun penerima secara lebih tepat, termasuk bangunan, dan menara antena (antenna tower) nya. Penjelasan mengenai lokasi juga mencakup jenis tanah, struktur, syarat pelaksanaan, dan sebagainya.
Survey tentang EMI (Electromagnetic Interference). Survey ini adalah untuk mendapatkan data tentang gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh stasiun-stasiun lain di sekitar lokasi. Parameter yang di ukur adalah EIRP (Effectiveness Isotropic Radiated Power), kuat medannya, bandwidth, dan emisi spurious-nya. Sehingga nantinya dapat dipastikan, bahwa stasiun baru yang akan dibangun nanti tidak akan mengganggu stasiun yang sudah ada.
Ketersediaan sumber (catu) daya dekat dengan lokasi juga perlu dipertimbangkan. Sehingga bisa dipertimbangkan apakah catu daya menggunakan PLN, genset, atau baterai dan sebagainya. Juga beberapa watt/kilowatt daya yang dibutuhkan.
Pengetahuan tentang data geografi dan seismografi, untuk mengatahui tentang musim dan cuaca di sekitar lokasi.
Peraturan Daerah. Misalnya bila lokasi stasiun yang akan dibangun berada dekat bandara, sehingga ketinggian antena dan jarak antar stasiun harus dipertimbangkan.
Pelaksanaan lapangan. Perlu dipertimbangkan dan diusahakan juga jika daerah yang akan dibangun mudah dijangkau dengan kendaraan. Sehingga memudahkan pembangunan serta operasional/perawatan di kemudian hari. Untuk itu diperlukan data : apakah sudah ada jalan (beraspal, masih jalan tanah, dan sebagainya) atau bila belum ada mungkin membangun jalan baru, dan sebagainya.

1.3 Peramalan Kebutuhan
Prediksi pertambahan jumlah pelanggan hingga beberapa tahun kedepan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan jaringan karena menentukan kebijaksanaan dan strategi dalam pengembangan sistem untuk mengantisipasi pertumbuhan pelanggan agar kelak semua target pelanggan dapat terlayani.
Ada beberapa metode untuk melakukan prediksi pelanggan, diantaranya :
1. Metode Deret Berkala (Time Series)
2. Metode Eksponensial Smoothing
3. Metode Regresi
4. Metode Iteratif

Metode Deret Berkala (Time Series)
Metode ini merupakan metode dengan melakukan pendekatan secara makro. Tujuan dari metode ini adalah menemukan pola dalam deret data yang lalu dan mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan. Langkah penting dalam memilih suatu metode pada Time Series adalah harus mempertimbangkan jenis pola yang akan diramalkan. Ada beberapa macam jenis pola, salah satunya adalah Pola Trend yang paling cocok untuk peramalan jumlah kebutuhan telepon. Untuk prediksi pelanggan dengan Deret Berkala Pola Trend akan dibatasi metode yang digunakan sampai tiga macam saja, yaitu metode Trend Linier, Trend Kuadratik, dan Trend Eksponensial.

Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Linier
Bentuk umum persamaan linier :
Y’ = a + b.X
Dimana: Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)
X = variabel bebas berupa periode waktu
a & b = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)
Bila jumlah pengamatan sebanyak n, maka dari persamaan di atas diperoleh :
∑ Y = n.a + b. ∑ X
∑ XY = a ∑ X + b ∑ X2
Keterangan : X = unit periode waktu pengamatan (mulai 0,1,2,3 dan seterusnya)
Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)
Dengan cara eliminasi kedua persamaan tersebut di atas, maka diperoleh konstanta a & b sehingga Y’ (variabel tak bebas hasil ramalan berupa kepadatan pelanggan) dapat diperoleh.

Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Kuadratik (Parabola)
Metode Trend Kuadratik biasanya sebagai persamaan parabola. Bentuk umum persamaan ini adalah :
Y’ = a + b.X + c.X2
Dimana : Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)
X = variabel bebas berupa periode waktu
a, b, dan c = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)
Cara menghitung konstanta a, b, dan c memakai persamaan normal :
∑ Y = an + b∑X + c∑X2
∑XY = a∑X + b∑X2 + c∑X3
∑X2Y = a∑X2 + b∑X3 + c∑X4

Keterangan : 1. X = unit periode waktu pengamatan
Untuk n = ganjil (misal n = 3) maka : X1 = -1 ; X2 = 0 ; X3 = 1
Untuk n = genap (misal n = 2) maka : X1 = -1 ; X2 = 1
2. Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)
Dengan cara mengeliminasi ketiga persamaan tersebut diatas, maka diperoleh konstanta a, b, dan c sehingga Y’ (variabel tak bebas hasil ramalan berupa kepadatan pelanggan) dapat diperoleh.

Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Eksponensial
Bentuk persamaan metode Trend Eksponensial :
Y’ = a.bX
Dimana : Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)
X = variabel bebas berupa periode waktu
a, b, dan c = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)
Bentuk persamaan metode Trend Eksponensial tersebut dapat diubah menjadi bentuk persamaan linier sebagai berikut :
Y’ = a.bX........ Log Y’ = log a.bX
Log Y’ = log a + log bX
Log Y’ = log a + X (log b)

Bila log Y’ = Yo ; log a = ao dan log b = bo, maka persamaan Trend Eksponensial tersebut menjadi :
Yo’ = ao + bo.X
Sehingga :

Konstanta-konstanta ao dan bo dapat dicari dengan cara eliminasi kedua persamaan di bawah ini :
∑ Y0 = a0.n + b0 ∑X
∑XY0 = a0 ∑X + b0 ∑X2
Y0 = log Y

Keterangan : 1. X = unit periode waktu pengamatan
Untuk n = ganjil (misal n = 3) maka : X1 = -1 ; X2 = 0 ; X3 = 1
Untuk n = genap (misal n = 2) maka : X1 = -1 ; X2 = 1
2. Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)


Langkah-langkah dalam prediksi pelanggan
Tahapan dalam prediksi pertambahan jumlah pelanggan adalah sebagai berikut :
Dari data jumlah penduduk dari tahun ke tahun serta jumlah pelanggan yang ada dari tahun ke tahun dapat ditentukan kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk) untuk daerah yang direncanakan. Persamaan yang digunakan :
Kepadatan pelanggan tahun ke-n =
Kepadatan pelanggan yang diperoleh dari persamaan diatas digunakan sebagai variabel Y yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan untuk metode Trend Linier, Kuadratik maupun Eksponensial untuk mencari variabel Y’ (variabel tak bebas hasil ramalan).
Ketiga metode tersebut dicoba satu per satu untuk dibuktikan metode mana yang paling sesuai untuk dipakai dalam prediksi pelanggan., dimana dipilih yang mempunyai selisih jumlah sekecil mungkin antara kepadatan pelanggan sebenarnya dengan kepadatan hasil perhitungan.
Setelah metode ditetapkan, maka dapat digunakan persamaannya dalam menentukan kepadatan pelanggan untuk prediksi hingga tahun ke-n sesuai kebutuhan perencanaan yang akan diterapkan sampai berapa tahun.
Prediksi pertambahan jumlah penduduk hingga tahun ke-n dihitung secara terpisah. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Pn = Po ( 1 + h )n
Keterangan : Pn = prediksi jumlah penduduk hingga tahun ke-n
Po = jumlah penduduk tahun ke-0 (tahun yang dijadikan sebagai acuan)
h = laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun
Sehingga prediksi pertambahan jumlah pelanggan hingga tahun ke-n dapat diperoleh. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Prediksi pelanggan tahun ke-n =

Jumlah pelanggan hasil prediksi yang diperoleh akan dibagi luas wilayah dari daerah layanan untuk memperoleh jumlah pelanggan per kilometer persegi.

Metode Eksponensial Smoothing ?????????





Metode Regresi ??????????





Metode Iteratif ??????????



1.4 Spectrum Clearence
Teknologi CDMA berbasiskan kapasitas yang sangat tergantung sekali dengan pengaruh interferensi, dengan kata lain bahwa kapasitas CDMA adalah interference limited (dibatasi oleh besar interferensi yang terjadi). Sedangkan spectrum clearence merupakan topik yang sangat penting dalam sistem CDMA. Spectrum clearence digunakan untuk mengetahui tingkat penggunaan spektrum untuk deployment CDMA, apakah digunakan untuk sistem yang lain. Band spektrum yang akan digunakan untuk deployment CDMA seharusnya “clear” dari penggunaan sistem lain, sehingga dapat meningkatkan kapasitas. Salah satu cara untuk mengetahui apakah band spectrum frekuensi tersebut clear dari penggunaan sistem lain maka dilakukan Drive Test langsung dengan menggunakan spectrum analyzer.
Misalnya band spectrum CDMA2000 1x ditempatkan pada spektrum frekuensi 1900 MHz, maka beberapa kanal tersebut akan ditempati oleh kanal CDMA. Hal ini dilakukan pada sel-sel di daerah core dan transition zones, terutama pada daerah core. Sel-sel di dalam transition (guard) zones dapat diidentifikasi dengan prediksi propagasi RF-nya atau pengukuran noise floor aktualnya. Spectrum Clearing dilakukan pada coverage area tergantung dari kuat sinyal transmisinya, tinggi BTS, keadaan daerah (pengaruh bangunan atau penghalang-penghalang lainnya).
Area yang perlu dilakukan “clear” harus dikontrol interferensinya terlebih dahulu, sehingga didapatkan level C/I yang diterima. Pengontrolan interferensi ini bisa dilakukan dengan penggunaan directional antenna, mengatur tinggi antena dan downtilt, pengaturan power yang tepat pada pilot dan voice kanal, atau dengan penggunaan elemen-elemen geografis (fisik) sebagai isolasi.

1.4.1 Pengukuran Background Noise
Kapasitas dan coverage dalam sistem CDMA (IS-95 dan IS-2000) merupakan fungsi dari tingkat background thermal dan man-made interference noise. Untuk kanal CDMA 1,23 MHz, background thermal noise sekitar -113 dBm. Man-made interference meliputi automobile ignition (pembakaran) noise, spurius (lancung) emission dari radio dan peralatan elektronik lainnya.
Background man-made noise berbeda-beda dari site satu ke site lainnya, tergantung dari banyaknya sumber interferensi dan kedekatannya terhadap sel. Sehingga untuk mengoptimalkan operasi setiap sel site CDMA, seperti misalnya Motorola merekomendasikan bahwa pengukuran noise floor dipertimbangkan sebagai bagian dari proses penentuan sel site sistem CDMA. Disamping itu pengukuran noise floor dapat juga digunakan untuk pengaturan parameter noise margin pada analisa link budget. Dann pengukuran noise floor juga direkomendasikan untuk digunakan dalam mengenali sumber interferensi pada in-band atau out-band, sehingga dapat dikenali sumber interferensinya dan pengaruhnya terhadap sistem CDMA untuk kemudian diambil tindakan yang tepat.


Metode Pengukuran
Interferensi adalah hal yang random di alam, dengan perubahan amplitudo dan frekuensi sepanjang waktu. Beberapa sumber interferensi adalah thermal noise, environment noise, dan noise dari sistem lainnya. Sumber out of band dapat menimbulkan interferensi melalui Intermodulasi (IM).
Untuk mengetahui besar background noise diperlukan data-data hasil pengukuran dalam suatu periode tertentu. Analisa statistik dari data yang terkumpul dapat digunakan untuk menentukan rata-rata dan fungsi distribusi komulatif dari noise floor rise. Fungsi distribusi komulatif mengindikasikan sejumlah waktu background noise meningkat melampaui batas tertentu.

Gambaran fungsional pengetesan sistem
Test measurement calibration point (cal point) adalah pada jalur masuk feedline pada antena atau port yang tidak dipakai pada multicoupler penerima. Band pass filter digunakan untuk meredam (attenuate) sinyal-sinyal di luar band (out of band). LNA (Low Noise Amplifier) digunakan untuk memperbaiki sistem noise figure dan menyediakan gain yang cukup untuk pengukuran sinyal dengan level yang sangat rendah.
Step attenuator diantara amplifier digunakan untuk membatasi gain sistem, mengurangi intermodulasi yang didapat. Kemudian keluaran dari sistem terakhir dipisah menggunakan two way splitter. Dua keluaran yang sama dari splitter digunakan sebagai masukan untuk dua spectrum analyzer. Spectrum analyzer 1 beroperasi dalam mode manual. Spectrum analyzer ini dilengkapi dengan tracking generator yang digunakan untuk kalibrasi gain sistem. Dan digunakan juga untuk membuat polt noise floor dan memeriksa sifat interferensi yang muncul di layar. Sedangkan spectrum analyzer 2 berada di bawah kontrol komputer. Hasil pengukuran yang didapat akan disimpan ke dalam disk untuk pemrosesan selanjutnya.

Kalibrasi sistem test
Gain system test dan noise figure harus diukur sebelum pengumpulan data dimulai. Gain dan noise figure yang diukur digunakan untuk membuat pengaturan (adjustment) terhadap data yang dikumpulkan selama operasi analisis data. Gain data diukur menggunakan generator tracking yang disediakan pada spectrum analyzer 1. Noise figure sistem ditentukan dengan mengukur noise floor terlebih dahulu menggunakan calibration point (input) yang diterminasi dengan 50 ohm, kemudian dilakukan pengukuran noise floor dengan calibration point yang dihubungkan dengan sumber noise yang terkalibrasi. Sehingga noise figure akan dihitung dengan rumus :

Dimana :
ENR : equivalent noise ratio dari sumber noise terkalibasi (linear ratio)
Pon : pengukuran noise floor dengan sumber noise dihubungkan ke input sistem (Watt)
Poff : pengukuran noise floor input sistem diterminasi dengan 50 ohm (Watt)
NF : noise figure sistem (dB)

Prosedur Test
Jika sistem CDMA telah dideploy dalam area dimana teknologi yang lain telah ada, ada dua metode dianjurkan. Pertama adalah melakukan “clear” semua co-channel dari sistem lain dalam band sistem CDMA. Kemungkinan kedua adalah hanya melakukan “clear” co-channel dari sel-sel yag dekat dengan sel CDMA. Sebelum pengetesan noise floor dimulai maka harus diselesaikan co-channel clearing terlebih dahulu. Karena co-channel didalam band CDMA akan muncul sebagai interferensi dalam data yang dikumpulkan.
Setelah clearing spectrum dilakukan, tes pendahuluan dilakukan tanpa menggunaan filter untuk mengidentifikasi channel-channel yang unclear, sinyal-sinyal out-of band dan spurious emission. Pengetesan ini lebih baik dilakukan pada jam sibuk dengan arah forward atau reverse, hasil pengetesan yang sudah diperoleh harus dicatat untuk dijadikan data dalam perencanaan nantinya.
Plot sistem band downlink untuk mengidentifikasi kemungkinan uncleared co-channel, sumber eksternal pada interferensi downlink, dan untuk memverifikasi isolasi Tx-Rx dengan co-located sel site lainnya.
Plot band uplink untuk mengidentifikasi receive isolation dengan co-located sel site lainnya dan untuk mengidentifikasi kemungkinan sumber-sumber interferensi pada uplink. Periksa plot dari sistem frekuensi sistem yang berdekatan (adjacent) untuk out-of band atau spurious emission dari sistem-sistem lain dalam band-band berdekatan.2

Analisa data
Analisa data berupa analisa statistikal dari data-data yang dikumpulkan melalui proses pengukuran gain sistem, noise figure dan bandwidth berguna untuk memberikan penilaian dari pengaruh background interference terhadap performansi CDMA pada setiap sel site-nya. Dengan dilakukan plot data-data tadi maka dapat ditunjukkan besar amplitudo dan frekuensi penginterferensi sebagai fungsi waktu sehingga dapat membantu untuk mengidentifikasi sumber penginterferensinya. Dari data itu maka bisa dilakukan sebuah tindakan atau metode untuk mengurangi interferensi tersebut.

1.5 PENDAHULUAN TEORI TRAFIK
Secara umum trafik dapat diartikan sebagai perpindahan informasi dari satu tempat ke tempat lain melalui jaringan telekomunikasi. Besaran dari suatu trafik telekomunikasi diukur dengan satuan waktu, sedangkan nilai trafik dari suatu kanal adalah lamanya waktu pendudukan pada kanal tersebut. Salah satu tujuan perhitungan trafik adalah untuk mengetahui unjuk kerja jaringan (Network Performance) dan mutu pelayanan jairngan telekomunikasi (Quality of Service).

Besaran Trafik
Volume Trafik, didefinisikan sebagai jumlah total waku pendudukan.
Intensitas Trafik, didefinisikan sebagai jumlah total waktu pendudukan dalam suatu selang pengamatan tertentu (per satuan waktu).
Volume Trafik = V =  
Dimana :
T = periode waktu pengamatan
J(t) = jumlah kanal yang diduduki saat t

Tinjauan 1
p = jumlah saluran yang diduduki
t­p = total waktu pemdudukan p saluran

Intensitas trafik = A =


Tinjauan 2
N = jumlah saluran yang diamati
T = peride pengamatan
Tn = total waktu pendudukan saluran ke n (jam)

Pada tinjauan ini intensitas trafik merupakan jumlah seluruh waktu pendudukan pada N buah saluran per satuan waktu pengamatan T

Waktu pendudukan rata-rata tiap saluran

Jumlah pendudukan rata-rata per satuan waktu

Macam-macam Trafik
Offered Traffic (A)
adalah trafik yang ditawarkan atau yang mau masuk ke jaringan.
Carried Traffic (Y)
adalah trafik yang dimuat atau yang mendapat saluran.
Lost Traffic (R)
adalah trafik yang hilang atau yang tidak mendapat saluran.


G = elemen gandeng (switching network)

Pengukuran Trafik
Untuk melakukan pengukuran trafik harus diamati pola pendudukan selama n hari kemudian baru dibuat grafik pendudukan kanalnya. Selanjutnya diambil jam sibuk perhari, sehingga didapat n buah data jam tersibuk.

Distribusi Probabilitas
Distribusi Poisson
Beberapa asumsi pada distribusi Poisson :
· Jumlah sumber panggilan tak terhingga
· Jumlah saluran yang menumpang panggilan tak terhingga
· Kedatangan panggilan acak dengan rata-rata jumlah panggilan yang datang konstan
· Pola pendudukan kanal eksponsif negatif
· Harga mean = harga variansi
= mean jumlah saluran yang diduduki selama 1 jam, dalam 1 jam pengamatan
= jumlah Erlang (intensitas trafik)

Persamaan distribusi Poisson
P(n) = e-A
Dimana :
P(n) = probabilitas n buah saluran diduduki
n = jumlah saluran diduduki
A = intensitas trafik rata-rata

Distribusi Erlang
Beberapa asumsi pada distribusi Erlang
· Jumlah sumber panggilan tak terhingga
· Jumlah saluran yang menumpang panggilan tak terhingga
· Kedatangan panggilan acak dengan rata-rata jumlah panggilan yang datang konstan
· Pola pendudukan kanal eksponsif negatif
· Harga mean = harga variansi
= mean jumlah saluran yang diduduki selama 1 jam, dalam 1 jam pengamatan
= jumlah Erlang (intensitas trafik)
· Apabila semua saluran sedang terpakai maka panggilan berikutnya tidak dapat dilayani (hilang/loss)
· Semua saluran bebas selalu dapat diduduki oleh panggilan yang datang

Persamaan distribusi Erlang
P(n) =

N = jumlah saluran yang tersedia
Pada saat N buah saluran diduduki, maka semua panggilaan ditolak. P(N) tidak lain adalah nilai probabilitas dari trafik yang hilang. P(N) disebut juga sebagai rugi Erlang atau GOS (Grade Of Service) atau B.
B = P(N) =

Relasi Rekursif Persamaan Rugi Erlang
Persamaan rugi rekursif Erlang dituliskan sebagai berikut :
P(n) = En (A) =
Untuk menentukan jumlah kanal (n) pada besar trafik yang ditawarkan sebesar A dengan kualitas layanan B dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan di atas, atau dengan menggunakan tabel Erlang.

Grade Of Service (GOS)
Grade of Service (GOS) adalah probabilitas panggilan ditolak (diblok) selama jam sibuk. Secara sederhana pengertiannya adalah sebagai berikut, untuk GOS sebesar 2% berarti dalam 100 panggilan akan terdapat 2 panggilan yang tidak mendapatkan saluran atau di blok oleh sistem. Dalam lingkungan wireless, target desain GOS adalah 2% atau 5%. Tabel GOS diperlukan untuk mengetahui berapa kanal yang dibutuhkan untuk minimum GOS yang disyaratkan.
Terdapat perbedaan antara blocking rate dan blocking probability. Blocking rate didefinisikan sebagai jumlah yang terukur dari suatu base station, sedangkan blokcing probability didefinisikan sebagai peluang suatu panggilan di-block karena ketiadaan kanal bebas pada suatu base station. Pada sejumlah kanal ketika beban bertamba2h maka blocking probability juga mneingkat. Blocking probability digunakan sebagai ukuran Grade Of Service (GOS).

Erlang-B Model
Blocking probability, GOS berdasarkan Erlang-B adalah :
P(blocking) =

Pada model ini berlaku beberapa asumsi.
Sistem berada dalam kondisi statistical equilibrium.
Besar beban yang ditawarkan tertentu (diketahui).
Kedatangan panggilan berdasarkan proses Poisson, yaitu distribusi kedatangan antar panggilan adalah eksponensial, dan panggilan yang di block tidak dapat langsung membuat hubungan baru.
Distribusi waktu kedatangan panggilan eksponensial.

Beban yang ditawarkan memenuhi persamaan :
A =

λ = pola kedatangan Poisson (panggilan/detik)
µ = waktu pelayanan panggilan (detik/panggilan)

Erlang-C Model
Pada model ini panggilan yang ditolak atau di block langsung mencoba untuk membangun hubungan hingga hubungan tersebut berhasil. Blocking probability pada model Erlang-C dilihat dari waktu tunda panggilan.
P(delayed) =

Aplikasi CDMA
Pada analog base station panggilan ditolak bila tidak ada kanal bebas. Bentuk penolakan ini disebut sebagai hard blocking. Terdapat kondisi blocking yang lain pada sistem CDMA. Tidak seperti AMPS dan TDMA, CDMA idak menentukan batasan dari blocking. Ketika jumlah pengguna/panggilan bertambah, level interferensi juga bertambah, dan berdampak pada memurunnya kualitas. Karena semua pengguna menggunakan RF yang sama, peningkatan interferensi akan menghasilkan FER dan drop call yang tinggi. Dalam hal ini digunakan soft blocking karena jumlah pengguna dapat ditingkatkan bila penyedia layanan mau memberikan toleransi interferensi yang cukup tinggi dengan kualitas layanan yang rendah. Soft blocking merupakan karakteristik sistem CDMA. Terdapat dua skenario blocking pada base station CDMA :
- Jika terdapat banyak kanal pada base station, namun karea terdapat banyak pengguna pada cell yang sama, penambahan level interferensi mengakibatkan interferensi berada diatas threshold. Panggilan akan ditolak, dan hal ini disebut skenario soft blocking.
- Jika panggilan mungkin memiliki kualitas yang baik tetapi tidak terdapat kanal pada base station. Panggilan ditolak dan hal ini disebut skenario hard blocking.

Soft Blocking
Diasumsikan bahwa terdapat kanal yang cukup pada base station sehingga peluang hard blocking dapat diabaikan.
Beberapa asumsi yang digunakan :
1. Jumlah user M konstan
2. Kontrol daya sempurna
3. setiap pengguna memiliki E/I yang sama

Soft blocking terjadi ketika total interferensi mencapai level background noise yang diizinkan (1/r).

Total interferensi = (interferensi sel yang sama) + (interferensi sel lain) + (noise thermal)

Dalam CDMA :
Itotal = M(EbR) + η M(EbR) + N

M = jumlah pengguna dalam sel
Eb = energi per bit
R = data rate base band
N = thermal noise
η = loading factor
Loading factor didefinisikan sebagai perbandingan interfernsi dari sel lain dengan interferensi sel sendiri.

Persamaan diatas dapat ditulis ulang sebagai berikut :
Itotal = MEbR (1 + η) + N

Kondisi agar tidak terjadi soft blocking adalah :
Itotal ≥ MEbR (1 + η) + N

Dan
r =


Persamaan di atas menjelaskan bahwa M merupakan fungsi dari maksimum level interferensi yang diizinkan.
Dalam kenyataan ketiga asumsi yang disebutkan sebelumnya berlaku karena :
1. Jumlah panggilan aktif mempunyai distribusi Poisson.
2. Sehubungan dengan voice activity factor aktif bila memiliki probabilitas v dan tidak aktif bila memiliki probabilitas (1 – v).
3. Setiap pengguna membutuhkan Eb/No untuk mendapatkan FER yang diinginkan.

Berdasarkan kondisi di atas :

dimana :
m = jumlah pengguna tiap sektor dan diasumsikan sama pada semua sektornya
πij = gating factor dari i di sektor j
πi = gating factor dari i pada sektor yang sama
Eb,ij = energi per bit dari i di sektor j
K = total sektor

Dengan membagikan IoR didapatkan :

π adalah bilangan biner acak bernilai 0 atau 1. Karena nilai m, π, dan Eb/Io maka semua nilai dikanan dapat dianggap sebagai variabel acak Z



dan P(blocking) = P[Z . (W/R) (1- r)]

Pendekatan yang diberikan

v = voice activity factor


α = exp (β2σ2/2)
β = 0,2303
σ = deviasi standarkontrol daya

dan




Perhitungan GOS
Hasil peramalan kebutuhan
Berdasarkan kondisi penyebaran penduduk pada suatu daerah biasanya daerah pelayanan akan dibagi menjadi dua yaitu urban dan suburban. Proses perhitungan kebutuhan trafik untuk layanan data dilakukan dalam bit per second (bps). Sedangkan untuk layanan suara dilakukan dalam Erlang yang kemudian dikonversi ke dalam bit per second (bps).

Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan adalah :
BHCA per Subscriber (call/BH/subs)
Call Holding Time per Subscriber (second)
Average Throughput per Subscriber at Busy Hour (kbytes/BH/subs)
Voice Activity secara umum : voice = 0,4 dan data = 1

Sedangkan untuk penetrasi layanan (diasumsikan) :

Jenis Layanan Net User
Urban Suburban
Suara 70% NVoice Urban NvoiceSubUrban
Data 30 % NData Urban NDataSubUrban

Net user yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan trafik adalah prediksi banyaknya user pada tahun akhir perencanaan.
Estimasi kebutuhan trafik harus dibedakan antara kebutuhan trafik untuk layanan suara atau data.

Kebutuhan Trafik Suara
Untuk menghitung kebutuhan trafik bagi setiap pelanggan akan layanan suara digunakan rumus :
Asubs =
Dimana :
BHCA = rata-rata usaha yang dilakukan oleh pelanggan untuk melakukan panggilan selama jam sibuk (call/BH/subs)
Call duration = rata-rata lamanya sebuah panggilan (second)
Activity Factor = rata-rata waktu efektif yang digunakan untuk melakukan suatu pembicaraan.

Offered Traffic seluruh net user layanan suara n ( ∑ A) adalah :
∑ A = ∑ p x Asubs
∑ p = jumlah pengguna pada area layanan

Setelah mendapatkan total trafik yang dibutuhkan oleh seluruh pelanggan, maka dengan menggunakan rumus Erlang C dapat diketahui jumlah trunk atau kanal yang dibutuhkan sebesar n.
Pada sistem CDMA2000 1x, untuk mengakomodasi layanan suara digunakan fundamental channel dengan data rate sebesar 9,6 kbps/kanal (dari keluarga rate set I) atau 14,4 kbps/kanal (dari keluarga rate set II). Jika pada perencanaan ini digunakan data rate 9,6 kbps/kanal maka offered traffic untuk layanan suara di daerah urban sebesar :

Offered trafficvoice = n kanal x 9,6 kbps/kanal

Sedangkan untuk menghitung kebutuhan trafik akan layanan data digunakan rumus :
∑ Offered Trafficdata =

Dimana throughput adalah rata-rata jumlah byte yang dibutuhkan oleh setiap pelanggan selama jam sibuk (byte/BH/subs).2
Karena dalam prakteknya throughput tidak mungkin 100% dan jaringan data juga mengalami blocking, maka offered traffic untuk layanan data di atas harus ditambah agar dapat mengantisipasi blocking yang terjadi. Jika diasumsikan bahwa blocking yang terjadi sebesar B, maka offered traffic untuk layanan data di daerah urban sebesar :

Offered Trafficdata real = ∑ Offered trafficdata + (B x ∑ Offered Trafficdata)

Total Kebutuhan Trafik
Total kebutuhan trafik merupakan total kebutuhan trafik data dan kebutuhan trafik suara.

Total Offfered Traffic = Offered Trafficdata real + Offered Trafficvoice

Perhitungan tersebut berlaku untuk area pelayanan urban maupun suburban.

Jumlah kanal tersedia
Perhitungan Total Offered Traffic per Site
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah kanal per-sektor dengan satu frekuensi pembawa adalah :
Nsel = (kanal/sel)

Eb/No = energi per bit per noise
Bandwidth = W = 1,2288 MHz
Data rate = R = 9,6 kbps
Activity Factor = α = 1 agar dapat mengakomodasi layanan suara dan data
β = gain sektorasi antena = 2,4
f = other cell relative interference factor = 0,6

Nsektor =

Berdasarkan standar 3GPP2, BTS yng berbasis CDMA2000 1x harus mampu menyediakan radio konfigurasi 1, 3, dan 5. Dimana radio konfigurasi tersebut menggunakan data rate dari keluarga rate set 1, yang terdiri dari data rate 9,6 kbps; 19,2 kbps; 38,4 kbps; 76,8 kbps;2 153,6 kbps; dan 307,2 kbps. Sedangkan radio konfigurasi 2 dan 4 dapat juga diterapkan agar bisa mengakomodasi layanan dengan data rate 14,4 kbps; 28,8 kbps; 57,6 kbps; 115,2 kbps; dan 230,4 kbps. Namun sebagai acuan awal dalam menghitung kapasitas per-sektor dengan satu frekuensi pembawa digunakan data rate dasar sebesar 9,6 kbps.
Dalam sistem komunikasi seluler tidak semua kanal dapat dipergunakan karena harus mengalokasikan kanal untuk overhead, handover, serta untuk mencegah terjadinya peningkatan daya pancar unit mobil yang berlebihan. Pembebanan sel adalah prosentase sejumlah aktual panggilan yang etrjadi dalam suatu sel terhadap jumlah maksimum panggilan / kanal yang dapat diberikan oleh sistem. Pada saat pembebanan sel meningkat, maka jumlah aktual panggilan dalam sel juga akan meningkat dan mendekati maksimum. Dengan kata lain interferensi akan meningkat sehingga akan memperburuk kualitas komunikasi dan mengurangi kapasitas sistem. Dengan interfensi yang meningkat maka dapat menurunkan nilai Eb/No yang disyaratkan. Umumnya pembebanan sel diatur antara 70% sampai 90% dari kapasitas maksimum. Biasanya pembebanan yang lebuh dari 75% akan membuat stabilitas sistem sulit dipelihara. Pada perencanaan ini akan digunakan pembebanan sebesar X% (cell-loading factor) dari jumlah kanal tersedia.
Dengan data rate 9,6 kbps/kanal, maka offered traffic yang dapat diakomodasi oleh satu frekuensi pembawa dalam satu sektor adalah :

Total Offered Trafficsektor = N x Data rate (bps/sector)

Jika dalam perencanaan ini digunakan sistem antena three sectoral dengan sectot gain sebesar 2,64 , maka total offered traffic per site adalah :
Total Offered Trafficsite = Total Offered Trafficsector x 2,64 (bps/site)

Perhitungan Jumlah Site yang Dibutuhkan
Jumlah site yang dibutuhkan adalah :

Σ site =

Luas daerah dinyatakan dalam km2, mka setiap site memiliki luas sebesar :

Luas Site = (km2/site)

Dan jari-jari setiap site adalah sebesar :
Rsite =
Perhitungan di atas berlaku untuk urban atau suburban

1.6 Analisis Lintasan Sinyal
Dalam mendisain sistem komunikasi digital wireless, sangat penting untuk memahami karakteristik kondisi lintasan propagasi sinyal. Rugi-rugi lintasan dapat sangat besar dikarenakan adanya pengaruh dari tinggi antena terminal yang rendah, banyaknya halangan pada kondisi lingkungan sekitar yang banyak pepohonan atau bangunan-bangunan seperti di kota besar. Oleh karena itu kondisi Line of Sight (LOS) sangat kecil atau jarang sekali kemungkinannya untuk terjadi.

1.6.1 Propagasi Gelombang Pada Sistem Komunikasi Radio
Macam propagasi gelombang yang dipilih dipengaruhi oleh frekuensi radio (RF) dan sistem komunikasi radio yang digunakan. Jika dilihat dari frekuensi radio yang digunakan, maka propagasi gelombang yang umum digunakan adalah sebagai berikut.
Gelombang permukaan, merambat “relatif dekat” dengan permukaan bumi jika dibandingkan terhadap panjang gelombangnya, contohnya pada band frekuensi LF ke bawah.
Gelombang ruang (merupakan resultante antara gelombang langsung dan gelombang pantul), merambat “relatif jauh” dengan permukaan bumi jika dibandingkan terhadap panjang gelombangnya, contohnya pada Frekuensi Radio > 1GHz, yang juga dikenal sebagai gelombang “mikro”.
Gelombang langit (merupakan gelombang ruang yang dipancarkan ke langit), contoh pada band frekuensi HF dan pada frekuensi > 250MHz.

Propagasi Pada Gelombang Langsung
Lintasan gelombang langsung merupakan lintasan bebas pandang (Line of Sight space propagation). Hubungan antara daya pancar dan daya terima telah diturunkan oleh Friis dalam suatu fomula Friis Free Space Propagation Formula, sebagai berikut :
L =
Sinyal informasi dipancarkan oleh antena pada stasiun radio. Pemancar ke udara berupa gelombang elektromagnetik, kemudian di stasiun radio penerima diterima oleh antena penerima. Pada pemodelan Friis semua kondisi di stasiun pemancar, stasiun penerima dan kanal radio di udara diasumsikan berada pada kondisi ideal.
Pemodelan Friis ini digunakan untuk menentukan besarnya pengaruh ruang bebas terhadap propagasi gelombang. Mula-mula diasumsikan antena di stasiun pemancar dan stasiun penerima berupa antena model, antena isotropis, berupa antena titik, dimana pola radiasinya berupa bola.


Gambar Sistem Transmisi Radio Ideal, pada Model Friis Transmission

Pada model sistem transmisi radio ideal di atas, rapat daya yang diterima di antenna isotropis penerima :
PD = watt/m2
Jika antena di stasiun pemancar dan stasiun penerima diganti dengan antena real, misalnya antena dipole, antena yagi atau antena lainnya. Sedangkan saluran transmisi diasumsikan lossless, dengan :
EIRP = PTX.GTx watt
maka rapat daya di antena penerima
watt/m2
Sedangkan receiver signal level, RSL adalah :
RSL = PD . Aeff
Dimana Aeff adalah luas efektif antena adalah :
Aeff = η . AGeometri
Dimana AGeometri adalah luas geometri dari antena, sedangkan hubungan antara gain antena dan luas efektif antena Aeff adalah sebagai berikut :
Gr =

Sehingga RSL dapat ditulis kembali sebagai berikut :
= watt
= watt
Sedangkan rasio antara RSL terhadap daya pancar PTx, adalah :

Dari persamaan di atas terlihat bahwa rasio tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh GTx dan GRx, tetapi juga oleh suatu parameter yang merupakan 1/Lfs. Jadi Lfs merupakan rugi-rugi ruang bebas yang dialami oleh pancaran gelombang elektromagnetik, yaitu :

Lfs _ dB = 32.4 + 20 log dkm + 20 log fMHz

Propagasi Pada Gelombang Pantul


a = koefisien refleksi
θ1, θ2 = sudut pantul gelombang
Dimana, harga koefisien refleksi tergantung dari polarisasi gelombang pantulnya.

Polarisasi Horizontal


Polarisasi Vertikal


Dimana :
εc = konstanta dielektrik medium
εr = permitivitas medium
σ = konduktivitas dielektrik medium
λ = panjang gelombang
θ1 = θ2 = sudut datang / pantul gelombang
ah = koefisien pantul untuk gelombang dengan polarisasi horizontal
av = koefisien pantul untuk gelombang dengan polarisasi vertikal
фh = pergeseran fasa gelombang dengan polarisasi horizontal
фv = pergeseran fasa gelombang dengan polarisasi vertikal

Apabila, tinggi relatif antara MS dan BTS sangat kecil (<<) dan jarak relatif antara BTS dan MS maksimum dengan tinggi MS sangat kecil (<<). Maka sudut datang gelombang pada bidang pantul θ1 juga sangat kecil (<<). Sehingga nilai koefisien pantul -1 (a -1).

Rugi Propagasi Pada Gelombang Langsung Dan Pada 1 (satu) Buah Gelombang Pantul
Disisi penerima, jumlah antara gelombang langsung dan 1 gelombang pantul yang diterima oleh penerima dapat dinyatakan dengan persamaan :
dimana a = -1

Model lintasan gelombangnya :






= (1 – cos )2 + sin2
= 1 – 2 cos +cos2 + sin2
= 2 – 2 cos
= 2.(1 - cos )
Persamaan Pr menjadi :



Apabila terdapat 2 macam gelombang dengan perbedaan jarak tempuh ∆d, maka perbedaan fasa antara kedua gelombang tersebut adalah :
∆ф = β. ∆d β =
∆d dapat dicari melalui penurunan secara geometris sebagai berikut :

∆d = d2 – d1
= TOR – TR
= TOM – TR

d22 = (h1 + h2)2 + d2
d12 = (h1 - h2)2 + d2

d22 – d12 = (h1 + h2)2 + d2 – [(h1 – h2)2 + d2]
= (h1 + h2)2 + (h­1 – h2)2
= h12 +h22 + 2h1h2 – (h12 + h22 + - 2h1h2)
= 4h1h2
maka : 4h1h2 = (d2 + d1) . ∆d
Jadi dapat diturunkan :
∆d =
Karena tinggi efektif antara antena MS dengan antenna BTS sabgat kecil serta rasio antara tinggi antenna BTS dengan d juga sangat kecil, maka dapat dilakukan pendekatan bahwa :
Bila h2 << h1 << d dan θ <<
Maka d2 ≈ d1 ≈ d
Sehingga à ∆d = à ∆d =
Perbedaan fasa = ∆ф = β. ∆d à β =
= ∆ф = ∆d =
JADI : ∆ф =

karena θ << maka ∆ф << , sehingga
untuk ∆ф << à
maka :


Sehingga, Loss propagasi untuk gelombang langsung dan 1 gelombang pantul pada bidang datar adalah :

Untuk perencanaan sel seragam, model 2 lintasan akan mendekati kenyataan.
Pada pola pengulangan frekuensi (frequency re-use), jika K = 1 (i = 1 dan j = 0 atau I = 0 dan j = 1), maka tidak terjadi pengulangan kluster.
Re-use factor à R = 2 ( = 2 cluster)
Cluster size à K = 4 ( = 4 sel dalam satu kluster)

Propagasi Line Of Sight (LOS)
Sesuai dengan namanya, propagasi Line of Sight (LOS) mempunyai keterbatasan pada jarak pandang penglihatan. Jadi ketinggian antena dan kelengkungan permukaan bumi merupakan faktor pembatas. Jarak jangkauannya sangat terbatas, kira-kira 30 – 50 mil per link, tergantung topologi dari permukaan buminya. Kita akan mengalami kesulitan jika kita harus menghitung jarak antara MS dan BTS dengan hanya melihat dari lintasan asli yang melengkung karena pembiasan oleh atmosfer bagian bawah lebih rapat dibanding atmosfer bagian atas, atau pada saat lintasan sinyal yang akan melengkung ke bawah dikarenakan kondisi perairan bagian atas lebih rapat dibanding perairan bagian bawah. Oleh karena itu kebanyakan desain adalah bagaimana mempermudah dua kondisi diatas hanya menjadi satu garis lurus. Dan tentu saja ada kompensasi untuk itu, karena dengan menggunakan metode ini, maka jari-jari bumi menjadi lebih panjang dari sesungguhnya. Dari hal tersebut dibuatlah faktor K untuk menandakan kompensasi tersebut. Faktor K yang banyak digunakan adalah 4/3. Nilai K bervariasi untuk setiap karakteristik lingkungan yang berbeda. Di Indonesia dimana kondisi humadity tidak terlalu besar, biasanya menggunakan nilai K sebesar 1,2. Sedang di Eropa dengan kondisi humadity yang besar menggunakan faktor K = 4/3. Daerah dengan kondisi perairan yang banyak atau dominan juga akan mempengaruhi besar nilai K. Semakin banyak perairan dalam sebuah daerah, maka faktor K juga akan semakin besar.
Propagasi garis pandang, disebut dengan propagasi gelombang langsung (direct wave), karena gelombang yang terpancar dari antena pemancar langsung berpropagasi menuju antena penerima dan tidak merambat di atas permukaan tanah. Oleh karena itu permukaan tanah tidak meresapnya. Selain itu, gelombang jenis ini juga disebut sebagai gelombang ruang (space wave), karena dapat menembus lapisan ionosfer dan berpropagasi di ruang angkasa.
Propagasi garis pandang (Line Of Sight) merupakan andalan telekomunikasi masa kini dan yang akan datang, karena dapat menyediakan kanal informasi yang lebih besar dengan kehandalan yang lebih tinggi, dan tidak dipengaruhi oleh perubahan alam seperti pada propagasi gelombang langit umumnya.
Band frekuensi yang digunakan pada jenis propagasi ini sangat lebar, yaitu meliputi band VHF (30-300 MHz), UHF (0,3 – 3 GHz), SHF (3 – 30 GHz) dan EHF (30 – 300 GHz), yang sering dikenal dengan band gelombang mikro (microwave).
Aplikasi untuk pelayanan komunikasi antara lain : untuk televisi (TV), komunikasi data, komunikasi suara (voice), RADAR, komunikasi satelit, dan penelitian ruang angkasa.

Free Space Propagation Model
Pada free space propagation model, diasumsikan menggunakan antena hypothetical berupa antena isoptropis yang menjadi sumber titik, dengan satu buah gelombang langsung. Daya dari sumber isotropis akan terbagi merata pada permukaan bola. Power Flux Density (PFD) pada kulit bola dinyatakan sebagai :
PFD =




FSL =
PR = PFD x AER = x

Sehingga Free Space Loss-nya menjadi :
FSL = 32,45 + 20 log fMHz + 20 log Dkm

Area to Area Prediction
Area to area prediction model umumnya adalah model prediksi empirik yang mendasarkan rumusannya dari hasil pengukuran. Hasil yang didapatkan umumnya akan diklasifikasikan kepada kategori-kategori wilayah yang memiliki slope redaman yang berbeda-beda.
Secara umum klasifikasi area adalah sebagai berikut :
1. Daerah terbuka (Open Land)
Daerah belum berkembang atau hanya sebagian kecil dari daerah sudah berkembang, populasi penduduk masih sedikit.
2. Daerah terbuka industri (Industrialized Open Land)
Daerah yang sudah berkembang, daerah pertanian skala besar, dengan industri yang terbatas.
3. Daerah pedesaan (Suburban Area)
gabungan antara daerah pemukiman penduduk dengan sejumlah kecil industri.
4. Kota kecil sampai menengah (Small to Medium City)
Populasi pemukiman penduduk cukup rapat, jumlah bangunan yang tinggi juga cukup banyak.

Beberapa bentuk prediksi yang sudah banyak dipakai antara lain adalah sebagai berikut :
A. Lee Prediction Model


Dalam persamaan linier :


Dimana :
Pr = daya terima pada jarak r dari transmitter
Pro = daya terima pada jarak ro = 1 mil dari transmitter
γ = slope / kemiringan path loss
n = faktor koreksi, digunakan apabila ada perbedaan frekuensi antara kondisi saat eksperimen dengan kondisi sebenarnya
αo = faktor koreksi, digunakan apabila ada perbedaan frekuensi antara kondisi saat eksperimen dengan kondisi sebenarnya

B. Model Okumura-Hata
Model Okumura Hata merupakan model yang disempurnakan dari Okumura model, valid untuk lingkungan quasi smooth terrain dan tidak mengakomodasi perubahan radio path profile yang cepat. Selain itu model ini hanya cocok untuk makro sel (radius sel lebih dari 1km).
Dimana :
150 ≤ fc ≤ 1500 MHz
30 ≤ hb ≤ 200 km
1 ≤ d ≤ 20 km

Median path loss, Lpropagasi urban adalah :
LU = 69.55 +26.16 log fc – 13.82 log hb – a(hm) + (44.9 – 6.55 log hb) log d
Untuk small to medium sized city, faktor koreksi tinggi antena MS (1 ≤ hm ≤ 10 m) adalah :
a(hm) = (1.1 log fc – 0.7) hm – (1.56 log fc – 0.8)
Untuk large city
a(hm) = 8.29 (log 1.54 hm)2 – 1.1 dB for fc ≤ 300 MHz
a(hm) = 8.29 (log 1.54 hm)2 – 1.1 dB for fc ≥ 300 MHz
Sedangkan median path loss, Lproppagasi suburban adalah :
LSU = Lpropagasi urban – 2 [ log (fc / 28)]2 – 5.4
Dan median path loss, Lpropagasi rural open area adalah :
Lo = LU – 4.78 (log fc)2 – 18.33 log fc – 40.98

C. COST 231 Model
COST 231 model adalah pengembangan Hata model oleh EURO_COST (the European Co_operative for Scientific and Technical Research) untuk PCS.
Dimana :
1500 ≤ f ≤ 2000 MHz
30 ≤ hb ≤ 200 m
1 ≤ hm ≤ 10 m
1 ≤ d ≤ 20 km

Median path loss, Lpropagasi urban adalah :
LU = 46.3 + 33.9 log fc – 13.82 log hb – a(hm) + (44.9 – 6.55 log hb) log d
+ CM
dimana faktor koreksi tinggi antena MS, a(hm) sama dengan Hata Model dan
CM =

Setelah dilakukan prediksi redaman area to area, yang dimaksudkan sebagai prediksi kasar kondisi redaman lintasan, baru kemudian dilakukan prediksi redaman point to point yang bertujuan untuk meningkatkan akurasinya. Model prediksi area to area akan memberikan akurasi prediksi dengan standar deviasi ± 8 dB. Artinya, data aktual path loss akan bervariasi ± 8 dB dari nilai yang diprediksikan oleh hasil perhitungan. Dengan perhitungan point to point akurasi yang dapat diharapkan adalah memiliki standar deviasi ± 3 dB.
Pada prediksi point to point, diperlukan gambar penampang kontur wilayah pelayanan yang bisa diperoleh dari peta kontur bumi. Ditarik garis lurus lintasan antara dua titik pada peta. Selanjutnya perbedaan ketinggian bisa dilihat dari garis-garis kontur yang ada dalam peta.
Kasus yang umum terjadi adalah timbulnya loss difraksi pada daerah yang berbukit-bukit. Loss difraksi tersebut ditambahkan pada redaman kontur datar / flat pada model prediksi area to area.

Prediksi Redaman Mikrosel
Pada mikrosel, terdapat cukup banyak komponen gelombang lintasan langsungnya (LOS). Sehingga Mean Path Loss pada mikrosel akan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Pada jarak sekitar 200 - 400m, terdapat patahan kurva, sehingga kemudian Mean Path Loss akan berbanding terbalik dengan jarak pangkat empat (Plane Earth Propagation Model).
hp = tp – t
Kondisi khusus ini memaksa kita untuk melakukan beberapa validasi dalam perhitungan C/I (carrier to interference). Jika dalam sistem makrosel biasa dilakukan perhitungan C/I sampai rantai pertama saja, maka dalam mikrosel kita perlu menguji perhitungan kita sampai rantai kedua, bahkan ketiga, tergantung dari kondisi daerah pelayanan.
Lee model untuk mikrosel memprediksi redaman propagasi berdasarkan dimensi “ketebalan” bangunan total yang ditembus gelombang dari pengirim ke penerima. Hal ini disebabkan karena dari hasil pengukuran, ternyata didapatkan keterkaitan yang cukup merata antara dimensi total ketebalan bangunan dengan kuat sinyal yang diterima. Pada sisi lain, ternyata ketinggian bangunan penghalang tidak cukup penting dalam prediksi redaman mikrosel.
Dua kondisi yang dibandingkan Lee untuk memformulasikan prediksi redaman mikrosel adalah :
Kondisi Line of Sight
Jika gelombang tidak terhalang ketebalan bangunan sama sekali, daya yang diterima pada jarak dA adalah PLOS.
Kondisi Out of Sight
Jika gelombang terhalang ketebalan bangunan setebal B (feet), daya yang diterima pada jarak dA adalah POS.

1.7 Clutter dan Fresnel Zone
Clutter Loss adalah besar redaman gangguan yang tidak beraturan dalam suatu daerah (Ah) . Pada tabel di bawah ini akan ditunjuukan kategori clutter untuk tiap ketinggian yang diminta. Tinggi clutter nominal ha dan jarak nominal antara clutter dengan antena penerima dk merupakan perkiraan yang menjadi nilai rata-rata yang paling representatif untuk semua jenis clutter.
Persamaan redaman clutter didekati dengan :
Ah = 10,25
Dimana : h = tinggi antena penerima
ha = tinggi nominal clutter (m)
dk = jarak nominal clutter ke antena penerima (km)

Tabel Parameter Clutter Loss

Kategori Daerah Tinggi nominal ha (m) Jarak nominal dk (km)
Terbuka 0 -
Rural 4 0,1
Confirous trees 20 0,05
Decidous trees 15 0,05
Sub Urban 9 0,025
Urban 20 0,02
Dense Urban 25 0,02


Difraksi – Fresnel Zone
Huygen Fresnel menyusun teori difraksi yang diakibatkan oleh obstacle, dengan asumsi difraksi terjadi pada medium yang homogen, dimana volume ruang obstacle sangat kecil sehingga efek gradien bisa diabaikan. Medan elektromagnetik yang diterima di penerima merupakan resultante/jumlahan dari medan langsung maupun medan tidak langsung yang diakibatkan reradiasi small meremental areas yang dekat dari pemancar. Medan magnet berada pada jarak konstan, misal r1 yang membentuk spherical surface, akan memiliki kecepatan phasa yang konstan pada semua arah dalam ruang bebas. Permukaan phase yang konstan ini disebut sebagai wave front.



Gambar Fresnel Zones

Dengan menggunakan asumsi tersebut di atas, Fresnel mendefinisikan Fresnel Zone sebagai berikut :

Fresnel Zone
Fresnel zone didefinisikan sebagai spherical surface yang merupakan tempat kedudukan titik-titik sinyal tak langsung dalam lintasan gelombang radio, dimana daerah tersebut dibatasi oleh gelombang tak langsung (indirect signal) yang mempunyai beda panjang lintasan dengan sinyal langsung sebesar 1/2λ atau n. 1/2λ

Fresnel Zone I
Jika beda panjang lintasan sinyal langsung dan sinyal tak langsung (pada batas zona) adalah 1/2λ.

Fresnel Zone II
Jika beda panjang lintasan sinyal langsung dan sinyal tak langsung (pada batas zona) adalah 2 kali 1/2λ.
Dengan asumsi Fn >> λ maka :
Fn =
Dimana :
Fn = jari-jari Fresnel ke n (m)
n = Fresnel zone ke n
d1 = jarak ujung lintasan (Tx atau Rx) ke titik refleksi (km)
d2 = jarak ujung lintasan yang lain (Tx atau Rx) ke titik refleksi (km)
f = frekuensi (GHz)

1.8 Reliability dan Fading Margin
Fading
Fading adalah variasi/fluktuasi phase, polarisasi dan atau level daya terima/RSL sebagai fungsi waktu. Umumnya fading disebabkan oleh pengaruh mekanisme propagasi terhadap gelombang radio, berupa refleksi, refraksi, difraksi, hamburan, atenuasi, dan ducting. Dengan kata lain fading diakibatkan oleh kondisi geometri dan meteorologi lingkungan sistem tersebut.
Fading terdiri dari :
Fading cepat (Athmosferic Multipath Fading), Fading berfluktuasi dengan cepat, dianalisis secara stokastik dan memberikan suatu model kanal yang berubah setiap waktu. Fading cepat terdistribusi secara Rayleigh (Rayleigh Fading) atau Rice (Rician Fading).
Fading lambat (shadowing), Fading berfluktuasi dengan lambat, dianalisis secara stokastik dikaitkan denngan pathloss dan memberikan suatu model kanal yang berubah terhadap waktu yang terdistribusi secara Lognormal (Lognormal Fading).

Persamaan untuk menghitung kedua jenis fading tersebut adalah :
Fading cepat :
P(ro ≥ R) =
Dengan ro = fading cepat sinyal penerimaan
= mean local dari ro
Ro = level threshold penerimaan

Fading lambat :
P(x ≥ R) = 0,5 + 0,5 erf
Dengan erf = error function
σ = standar deviasi
Sehingga besarnya cadangan fading total dirumuskan dalam persamaan :
r(t) dB = ro(t) dB + x(t) dB
dengan r(t) = sinyal fading
ro(t) = fading cepat
x(t) = fading lambat

Untuk mengurangi masalah fading ini, digunakan beberapa cara : seperti memberikan Fading Margin, sehingga diharapkan sinyal yang diterima selalu lebih besar dari ambang (threshold).
Fading Margin secara definitif adalah kenaikan daya pancar yang harus dilakukan agar penerimaan lebih atau sama dengan level penerimaan minimum (threshold) yang diizinkan. Penerimaan yang dimaksud adalah penerimaan pada tepi sel (border cell) sebagai kasus yang terburuk, sehingga Fading Margin sesungguhnya akan menaikkan reliabilitas sinyal pada tepi sel menjadi di atas 50%.
Pemberian Fading Margin tergantung dari berapa persen ketersediaan (availability) coverage yang ingin dicapai, bisa 80%, 90%, dan seterusnya. Semakin besar persentase availability, maka diperlukan fading margin yang semakin besar. Namun tidak bisa diharapkan availabilitas cakupan sampai dengan 100%.
Jika dimisalkan pada suatu jarak tertentu ketersediaan (availability) sebesar 90% memerlukan fading margin sebesar 10 dB, artinya adalah : Dapat diprediksi / diharapkan bahwa 90% kuat sinyal berada di atas level thershold-nya.
Untuk kesimpulan, fading margin total adalah jumlah dari fading margin lognormal (untuk kompensasi shadowing) dan fading margin Rayleigh / Rician (untuk kompensasi multipath).
Sedangkan secara sistem, untuk mengurangi masalah fading yang terjadi kita bisa menambahkan AGC (Automatic Gain Control) untuk stabilisasi penerimaan. Cara lainnya adalah dengan menerapkan prinsip diversitas, atau penganekaragaman penerimaan. Diversity adalah suatu proses memancarkan dan atau menerima sejumlah gelombang pada saat yang bersamaan dan kemudian menambahkan atau menjumlahkan semuanya di penerima atau memilih salah satu yang terbaik.
Beberapa jenis diversity adalah :
1. Space diversity, yaitu memasang atau menggunakan dua atau lebih antena dengan jarak tertentu. Sinyal yang terbaik yang akan diterima, akhirnya dipilih untuk kemudian diolah di penerima.
2. Frequency Diversity, yaitu mentransmisikan sinyal informasi yang sama menggunakan dua buah frekuensi yang berbeda. Frekuensi yang berbeda mengalami fading yangberbeda pula, sekalipun dipancarkan atau di terima dengan antena yang sama. Kemudian pemilih akan memilih mana yang terbaik.
3. Angle Diversity, yaitu mentransmisikan sinyal dengan dua atau lebih sudut yang berbeda sedikit.

1.9 Link Budget
Dalam perencanaan RF pada sistem komunikasi bergerak memiliki 3 pertimbangan utama, yaitu : Coverage, Kapasitas, dan Kualitas. Coverage berhubungan dengan kuat sinyal RF yang dipancarkan, kapasitas berhubungan dengan kemampuan sistem (jumlah kanal) untuk menangani jumlah user, dan kualitas tergantung pada reproduksi sinyal analog dan digital.
Catatan :
untuk meningkatkan kualitas harus mengorbankan kapasitas dan coverage.
untuk meningkatkan kapasitas harus mengorbankan kualitas dan coverage.
untuk meningkatkan daerah coverage harus mengorbankan kapasitas dan kualitas.
Dalam CDMA secara mendasar terdapat 3 level/phase perencanaan mulai dari inisialisasi sampai dengan implementasi jaringan.
Level I : Level Budgetting
Menggunakan RF link budget secara kasar untuk mendapatkan jumlah sel dan besar daerah cakupan dengan menghubungkan kondisi Urban, Suburban, distribusi propagasi seluler.

Level II : Desain Sistem yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi propagasi detail di lapangan
Level ini mempergunakan parameter perangkat yang digunakan secara lebih spesifik dan menggunakan survey lapangan, untuk mendapatkan parameter demografis secara detail.
Untuk mendapatkan setting daya dan lokasi sesungguhnya, perlu dianalisa perhitungan Forward Link. Analisa ini mengandung parameter : kecepatan pergerakan user, voice activity, dll.
Level III : Level Pengujian
- Pada level ini dilakukan perbaningan antara perencanaan teori dan perencanaan survey lapangan. Bila diperlukan, maka diadakan penyesuaian rancangan.

Pada perencanaan sistem transmisi radio digital, perhitungan power link budget atau path analysis mengambil peranan penting agar hasil rancangan dapat mencapai hasil yang optimum dan efisien baik dari segi kehandalan teknis maupun biaya. Perhitungan Link Budget merupakan perhitungan loss dan gain pada sebuah sistem dengan parameter yang sesuai dengan sistem tersebut. Parameter-parameter tersebut antara lain frekuensi operasi, daya pancar, receiver sensitivity, reciever noise figure, dan losses. Salah satu hasil yang diperoleh dari perhitungan link budget adalah Maximum Allowable Path Loss (MAPL) yang sangat menentukan untuk perhitungan jarak at2au radius sel dalam menentukan coverage area. Radius sel dapat ditentukan untuk tiga morfologi daerah yang berbeda yaitu urban, suburban, dan rural dengan menggunakan berbagai macam model propagasi antara lain Okumura-Hata, COST-231-Hata dan Walfisch Ikegami. Didalam perhitungan power link budget kita juga dapat mengetahui level daya terima (Receive Signal Level) yang diterima oleh penerima, hal ini akan menentukan availability dari sistem yang kita rancang dan besarnya harus sesuai dengan kualitas yang kita inginkan. Jika pada perancanaan awal, kualitas yang diinginkan belum tercapai, maka rekonfigurasi dapat dilakukan sampai tercapai suatu sistem yang efisien dan optimal.




Dasar pemahaman Link Budget



Lihat diagram di atas
PT = Threshold + FM + Lfr – GR + Lp – GT + Lft
Dengan :
PT = daya pancar BTS
Daya Threshold = level tertentu, tergantung dari service yang diberikan, dan QoS yang dicapai
FM = Fading Margin, diberikan jika diperlukan (pada siskomsat tidak perlu FM)
Lfr = Rx filter loss (dB)
GR = gain antena MS
Lp = redaman propagasi (dB)
GT = gain antena BTS (dB)
Lft = Tx filter loss (dB)


Jenis hubungan komunikasi :
a. Komunikasi gelombang ruang
· Tipikal kanal propagasi : diasumsikan terdapat gelombang langsung dan gelombang pantul.
· Yang termasuk kedalam komunikasi gelombang ruang adalah :
o Jarak dekat : sistem komunikasi bergerak.
o Jarak jauh (sampai dengan puluhan km) : komunikasi yang Line of Sight (LOS).
b. Hubungan Difraksi
· Kanal propagasi : “sengaja” memanfaatkan terjadinya hamburan atau difraksi obstacle.
· Jarak hubungan difraksi bisa sampai ratusan km, atau juga mungkin untuk jarak dekat yang terhalang obstacle, sedangkan tidak mungkin menaikkan antena lagi.
c. Hamburan Tropospheric
· Kanal propagasi : “sengaja” memanfaatkan terjadinya hamburan atau difraksi pada lapisan troposfer. Sebenarnya bisa diklasifikasikan sebagai hubungan difraksi.
· Jarak komunikasi : 200 – 800 km.
· Daerah frekuensi kerja : 300 – 3000 MHz.
d. Sky Wave Communication (Gelombang Langit)
· Kanal propagasi : memanfaatkan lapisan ionosfer untuk memantulkan gelombang menuju belahan bumi yang lain.
· Jarak komunikasi : 150 km sampai ribuan km.
· Daerah frekuensi kerja : 3 – 30 MHz dengan bandwidth informasi yang sempit.
e. Ground Wave (Gelombang Tanah)
· Kanal propagasi : memanfaatkan permukaan bumi sebagai pembimbing gelombang (wave guide).
· Jarak komunikasi : sangat handal untuk jarak dekat maupun jarak jauh.
· Daerah frekuensi kerja : hanya untuk frekuensi rendah sampai 3000 KHz.
· Aplikasi : untuk navigasi siaran AM (400 – 1600 KHz), deteksi ledakan nuklir.
f. Gelombang Ruang Bebas
· Kanal propagasi : ruang bebas dengan asumsi hanya ada 1 gelombang langsung.
· Jarak komunikasi : ribuan km.
· Aplikasi : umumnya untuk komunikasi satelit, gelombang mikro.

Parameter – parameter RF Link Budget
Terdapat dua tujuan utama dalam perencanaan RF CDMA maupun RF lainnya, yaitu:
1. mendapatkan nilai gain dan loss sistem secara detail dan menyeluruh dengan tepat dari lintasan RF.
2. mendapatkan nilai loss yang diizinkan dalam jaringan.

Untuk mencapai tujuan diatas, designer perlu mengetahui parameter-parameter dan komponen link budget. Parameter-parameter tersebut dibagi menjadi empat kategori antara lain :
1. Parameter yang berhubungan dengan propagasi
Bulding Loss
Vehicle Loss
Body Loss
Ambient Loss
RF Feeder Loss
Antenna Gain
Parameter-parameter ini tergantung pada frekuensi yang digunakan. Untuk CDMA yang beroperasi di Indonesia digunakan frekuensi operasi 800 MHz dan 1900 MHz.
Bulding Loss
Bulding Loss adalah berkurangnya level kuat sinyal akibat struktur bangunan yang dilewati propagasi untuk mencapai user yang berada di dalam gedung.
Proses terjadinya building loss propagation dibagi menjadi dua buah kasus :
1. Ketika pemancar (BTS) berada di luar gedung dan penerima (MS) berada di dalam gedung (kasus into).
2. Pemancar dan penerima berada dalam gedung yang sama.

Metode guna mencari nilai loss propagasi pada kasus pertama adalah pendekatan model propagasi pada outdoor. Dengan kata lain, kita menggunakan faktor jarak user (pemodelan propagasi seluler umum) ditambah dengan factor building loss.
Menurut literature, building loss berkisar antara 5 sampai dengan 40 dB atau lebih dari itu.

Environment Penetration Loss
Dense Urban
Urban
Sub Urban
Rural 20 dB
15 dB
10 dB
8 dB

Metode lain yang digunakan untuk mendapatkan building loss adalah dengan menggunakan parameter yang spesifik, yaitu dengan memasukkan parameter material penyusun bangunan, tinggi antena, panjang lintasan, luas lantai, jumlah ruang dan lantai.
Vehicle Loss
Vehicle Loss adalah turunnya level daya terima yang diakibatkan oleh pergerakan user dalam lingkungan sel yang dicakup.
Vehicle Loss biasanya berkisar antara 5-12 dB, tetapi dalam perencanaan digunakan 5-8 dB.
Body Loss
Body Loss adalah turunnya level daya terima yang diakibatkan oleh redaman tubuh user berdasarkan fungsi jarak tubuh user dengan MS.
Ambient Loss
Ambient Loss adalah turunnya level daya terima yang bersifat stabil pada waktu yang lama yang disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar. Loss ini terbesar disebabkan oleh perbuatan manusia seperti kendaraan bermotor, pabrik, mesin dan lain sebagainya.
RF Feeder Loss
Feeder loss adalah loss atau hilangnya daya akibat adanya redaman pada saluran transmisi (feedline) yang digunakan. Feeder loss biasanya diberikan oleh vendor feedline dengan satuan dB/meter.
Antenna
Antena merupakan bagian penting dalam power link budget. Antena biasanya memiliki keuntungan nilai cadangan daya yang disebut gain antena. Gain merupakan fungsi dari luas apperture antenna, polarisasi, dan faktor efisiensi. Bila digunakan antenna array, maka gain merupakan fungsi dari polarisasi d2an jumlah elemen array antenna. Gain antenna biasanya sesuai dengan ukuran antenna, semakin besar ukurannya maka semakin besar gain-nya.
Beamwidth horizontal maupun vertikal direferensikan sebagai nilai pattern pancaran daya. Untuk memilih antena dalam perencanaan jaringan seluler perlu diperhatikan beberapa faktor :
1. Ukuran dan berat antena. Karena kita akan memasang antena di atas tower, maka perlu diperhatikan bobot antena dan akibat hembusan angin.
2. Pola beamwidth. Pola beamwidth akan mempengaruhi performa sel site. Pola horizontal yang lebih lebar akan menginterferensi sektor sebelahnya. Ini menjadi nilai sumber interferensi begi sektor lainnya.

Pola horizontal dan vertikal beamwidth digunakan untuk memastikan daerah yang akan dicakup.
Gain pada antena memiliki satuan dBd atau dBi, dimana 0 dBd sama dengan 2.14 dBi. Antena seluler biasanya menggunakan satuan dBd, tetapi PCS RF link budget biasanya menggunakan dBi. Poin penting yang perlu diingat adalah gain dilihat dari referensi antena isotropis atau dipole.

Antena Base Station
Antena Base Station adalah antena yang dipasang pada BTS, antena tersebut bisa menggunakan omni ataupun directional. Untuk perencanaan tingkat awal, biasanya digunakan omni. Perlu diingat, semakin sedikit antena yang dibutuhkan maka semakin ringan yang harus dipasang.
Untuk permintaan trafik, biasanya digunakan antena sektoral untuk mendapatkan trafik yang lebih banyak pada sisi sel tertentu, dan akan mengurangi dampak interferensi dari sel lain.
Sistem PCS pada awalnya tidak membutuhkan kelimpahan kapasitas, antena directional digunakan karena adanya gain extra yang tidak dimiliki oleh antena omni. Peningkatan gain sebesar 4 dB dapat dengan mudah dicapai bila mneggunakan antena directional sebagai pengganti dari antena omni. Peningkatan 4 dB ini dapat mnegurangi kebutuhan site yang harus ada pada 1900 MHz sampai dengan kira-kira 40%.
Seorang RF planner harus memilih menggunakan antena omni atau directional untuk dapat mencakup area yang diinginkan.
Seperti yang disebutkan di atas, antena dibutuhkan untuk mendapatkan area yang diinginkan, dan meminimalisasi level interferensi. Pengurangan level interferensi akan dapat meningkatkan kapasitas dan performansi sel. Pola-pola antena yang menyediakan kemampuan daya 3 dB akan dapat menyediakan potensi proteksi interferensi yang lebih baik. Pada sistem frekuensi re-use yang digunakan pada sistem (AMPS, GSM, USDC) dapat dikontrol terjadinya interferensi dengan pengesetan ferkeunsi yang digunakan untuk jarak-jarak terdekat. Untuk CDMA, karena menggunakan frekuensi yang sama, faktor interferensi juga mendukung kapasitas sel.

Antena Subscriber Unit
Anten Subscriber Unit atau antena MS biasanya memiliki nilai gain dan sensitivitas yang telah ditentukan oleh standarisasi CDMA. Gain antena MS adalah 0 dBi atau -2,14 dBd tanpa adanya body loss. Gain akan lebih rendah ketika MS berada di dalam gedung dan sebaliknya akan lebih baik jika berada di luar gedung.
Untuk skenario fixed wireless didalam gedung, biasanya digunakan antena WIP sebagai interface antara luar gedung dan dalam gedung. Fungsi antena WIP adalah untuk meningkatkan kualitas sinyal yang ada.

2. Parameter yang berhubungan dengan spesifikasi CDMA
Interferensi noise rise antar user
Eb/No
Processing Gain

Untuk menyederhanakan permasalahan, biasanya seorang designer menentukan Eb/No target yang konstan terlebih dahulu. Pada kenyataannya nanti, Eb/No akan berubah-ubah sesuai dengan kondisi propagasi yang ada.

3. Parameter yang berhubungan dengan spesifikasi produk RF (Tx atau Rx)
Daya Tx
Sensitivitas Rx

4. Parameter yang berhubungan dengan Reliability perangkat
- Shadow Fading Margin

Catatan :
Perencanaan RF harus dilakukan untuk tiap sektor (pada modul ini digunakan asumsi bahwa tiap sektor adalah identik). Pada keadaan yang sebenarnya setiap sektor memiliki keunikan sendiri sehingga perlu juga dihitung.

Perhitun2gan Link Budget
Link Budget pada CDMA dibagi menjadi dua bagian, yaitu link reverse (dari MS menuju BS) dan link forward (dari BS menuju MS).

Reverse Link Budget
Sebelum diakuakn perhitungan path loss harus diketahui dulu besarnya MAPL (Maximum Allowable Path Loss) atau path loss maksimum yang diizinkan. Parameter ini dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
Lmax = ERP – Sensitivitas +GBTS – L­cable – FM +GSHO – Lpenetration
Dengan :
ERP = PMS + GMS - Lbody
Sensitivitas = Eb/No + No + Im +Information Rate + NFBTS

Dimana :
Lmax = Loss maksimum yang diizinkan
ERP = ERP MS
Sensitivitas = Sensitivitas BTS
PMS = Daya pancar MS
GBTS = Gain GTS
FM = Fading Margin
GSHO = Gain soft handover
Lpenetration = Loss penetrasi
GMS = Gain MS
Lbody = Loss body
Eb/No = Kualitas kanal trafik
No = Receiver Noise Density
Im = Receiver interference Margin
NFBTS = Noise Figure BTS

Sedangkan untuk mengetahui loss yang terjadi pada site hasil perencanaan dapat digunakan berbagai macam model propagasi sesuai dengan daerah frekuensi kerjanya, antara lain Model COST 231 , Model Okumura Hata, atau untuk daerah dengan obstacle atau penghalang yang cukup berpengaruh seperti daerah perbukitan yang memerlukkan perhitungan redaman tambahan yang bisa dilakukan dengan menggunakan model Lee.

Model Walfisch / Ikegami :


dengan :
Lf = 32.4 +20 log d +20 log fc (dB)
Lrts = -16.9 – 10 log W + 10 log fc +20 log ∆hm + Lo (dB)
Lms = Lbsh +ka +kd log d + kf log fc – 9 log b (dB)

Dimana :
d = jarak (km)
fc = frekuensi carrier (MHz)
W = lebar jalan (m)
∆hm = hr – hm (m)

= incident angle





∆hb = hb – hr (m)
hr = 3 x jumlah lantai + tinggi atap (m)

Model Okumura Hata :
Median path loss, Lpropagasi urban adalah :
LU = 69.55 +26.16 log fc – 13.82 log hb – a(hm) + (44.9 – 6.55 log hb) log d
Untuk small to medium sized city, faktor koreksi tinggi antena MS (1 ≤ hm ≤ 10 m) adalah :
a(hm) = (1.1 log fc – 0.7) hm – (1.56 log fc – 0.8)
Untuk large city
a(hm) = 8.29 (log 1.54 hm)2 – 1.1 dB for fc ≤ 300 MHz
a(hm) = 8.29 (log 1.54 hm)2 – 1.1 dB for fc ≥ 300 MHz
Sedangkan median path loss, Lproppagasi suburban adalah :
LSU = LU – 2 [ log (fc / 28) ]2 – 5.4
Dan median path loss, Lpropagasi rural open area adalah :
Lo = LU – 4.78 (log fc)2 – 18.33 log fc – 40.98

Model Lee :
Redaman dengan satu penghalang dihitung dengan metode Lee sebagai berikut :

Dimana :
r1 = jarak puncak penghalang ke BTS
r2 = jarak puncak penghalang ke MS
λ = panjang gelombang
hp = tinggi puncak penghalang ke garis Line of Sight

Nilai redaman LLee adalah ditentukan oleh nilai v itu sendiri, sehingga terdapat beberapa kemungkinan, seperti berikut :
0 ≤ v < 1 LLee = 20 log (0,5 + 6,2v)
v > 1 LLee = 0
-1 ≤ v < 0 LLee = 20 log (0,5 e 0,95.v)
-2,4 ≤ v < -1 LLee = 20 log { 0,4 – (0,118 – [0,1v + 0,38]2 )0,5 }
v < -2,4 LLee = 20 log ( -(0,225/v) )

Sehingga untuk daerah dengan kontur datar berlaku persamaan :
Ldtr = LOH
Untuk daerah berbukit berlaku persamaan :
Lbkt = LOH - LLee

Forward Link Budget
Forward Link Budget dilakukan untuk mengarahui kualitas link forward. Link forward yang bagus memiliki nilai margin daya kanal overhead positif.

Margin overhead
Mch = (Ec / It)rec – (Ec / It)sp
Nilai (Ec / It) yang terjadi :
(Ec / It)rec, ch = Pr, ch – 10 log Rch – 10 log
ERP kanal ch (ch : pilot, sync, traffic, atau paging)
Pr, ch = Pch +Gm - Lcable – Lbody – Lpent­ – FM­ + GSHO – Lp­ + Gb
Untuk kanal sync, paging, dan trafik (Ec / It) iganti dengan (Eb / It)
Dimana :
Mch = Margin daya kanal overhead
(Ec / It)rec = Nilai (Ec / It) yang terjadi
(Ec / It)sp = Nilai (Ec / It) yang diharapkan
Pr, ch = ERP kanal ch (ch : pilot, sync, traffic, atau paging)
Rch = Data rate kanal overhead
No = noise pada penerima di MS
Pr, tot = ERP sinyal total
f = faktor intercell interference
BW = Bandwidth CDMA2000 1x = 1,2288 MHz
Gm = Gain antena MS
Lcable = Cable Loss
Lbody = Body loss
Lpent­ = Loss penetrasi
FM­ = Fading Margin
GSHO = Gain soft handoff
Lp = path loss maksimum yang terjadi
Gb = Gain antena BTS
No = Rapat noise receiver

Terpenuhi atau tidaknya syarat kualitas perencanaan ditentukan oleh margin daya kanal. Jika margin tersebut bernilai positif maka link memenuhi syarat. Nilai kualitas minimal yang disyaratkan :
(Ec / It)pilot = -13 dB
(Eb / It)sync = 7 dB
(Eb / It)paging = 7 dB
(Eb / It)traffic / user = 7 dB
Selain (Eb / It) dan (Ec / It) terdapat pula parameter kualitas lainnya yaitu (C/I) yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
(C/I) = (Eb / It)traffic / user – PG­
(C/I) = perbandingan daya sinyal pembawa terhadap interferensi
(Eb / It)traffic / user = nilai (Eb / It) kanal trafik / user
PG = processing gain


Penyeimbang Forward Link dan Reverse Link
Link forward dengan daya besar dapat menyebabkan terjadinya interferensi pada sel lainnya. Sebaliknya, link reverse yang berdaya besar akan menyebabkan kapasitas sel berkurang. Untuk mengatasinya, dibuat suatu sistem penyeimbangan antara link forward dan reverse untuk mengatasi masalah tersebut. Parameter utama pada link reverse adalah pada parameter cell loading dan untuk link forward adalah kualitas Ec/It. Parameter penyeimbang kedua link adalah faktor penyeimbang Bf dengan persamaan :
­
Dimana :
Bf = faktor balancing
(SIR)min = perbandingan daya
(­Ec/It)min = Nilai (Ec/It) yang diharapkan
No = rapat noise receiver
NFb = Noise figure BTS
NFm = Noise figure MS
BW = Bandwidth
Pb = Daya pancar BTS
Pm = Daya pancar MS
= Persentase daya kanal pilot
= Ioc/Io
= cell loading factor

Dengan adanya faktor penyeimbang kita dapat menentukan link mana yang merupakan link utama. Aturan pembatasannya adalah :
Bf < -δ : link pembatas adalah link forward
Bf ≤ δ : kedua link seimbang
Bf > δ : link pembatas adalah link reverse



1.10 Prediksi Coverage
Untuk menentukan jari-jari suatu sel harus ditentukan terlebih dahulu model proagasi yang digunakan. Pemilihan model tersebut disesuaikan dengan kondisi morfologi daerah yang akan ditentukan jari-jari selnya. Berdasarkan frekuensi kerja CDMA 1900 MHz maka bisa digunakan model propagasi COST231-Hata. Radius atau jari-jari sel dapat ditentukan setelah nilai redaman lintasan maksimum diperoleh. Penentuan area cakupan difokuskan pada arah reverse, karena dengan menentukan radius sel arah reverse maka secara otomatis radius sel arah forward telah terakomodasi. Karena redaman propagasi dipengaruhi oleh jarak link, maka terdapat suatu nilai jari-jari maksimal sektor pada arah tertentu yang masih memenuhi syarat MAPL (Maximum Allowable Path Loss) tersebut. Bentuk umum persamaan redaman propagasi sebagai fungsi jarak, juga parameter frekuensi dan tinggi antena, dinyatakan dengan :
L(dkm) = L1 + 10γ log dkm
10γ = [44,9 – 6,55 log (hb)]
Dimana :
dkm = jarak link (km)
L1 = redaman propagasi total pada jarak dkm
γ = propagation power law

Pada saat jari-jari sel dkm = Rkm dan redaman sama dengan MAPL, maka persamaan menjadi :
MAPL = L(Rkm) = L1 + 10γ log Rkm
Rumus model propagasi COST231-Hata adalah seperti persamaan dibawah ini :
Median path loss, Lpropagasi urban adalah :
LU = 46.3 + 33.9 log fc – 13.82 log hb – a(hm) + (44.9 – 6.55 log hb) log d
+ CM
dimana faktor koreksi tinggi antena MS, a(hm) sama dengan Hata Model dan
CM =
Rumusan radius sel propagsi Hata adalah sebagai berikut :

Sehingga didapatkan rumus untuk daerah Urban dan Dense Urban :
Rkm = log-1


Analisis Interferensi
Cluster merupakan gabungan dari beberapa sel yang masing-masing selnya memiliki satu set frekuensi yang berbeda dengan sel yang lain.
Ukuran cluster (dilambangkan dengan K) adalah jumlah sel yang terdapat dalam 1 cluster.
Contoh :
K = 3 , artinya terdapat 3 sel dalam 1 cluster.
K = 4 , artinya terdapat 4 sel dalam 1 cluster.
Susunan ulangan frekuensi (frecuency re-use pattern) sel untuk ukuran kluster K = 3 dan K = 4, digambarkan sebagai berikut :


Yang harus diperhatikan adalah : dalam satu sel, tidak hanya mempunyai satu frekuensi carrier, tetapi ada beberapa frekuensi carrier.

Kaidah Penentuan Nomor Sel
Definisi :

Lalui sejauh i sel dari sel referensi sepanjang rantai heksagonalnya (garis lurus yang menghubungkan dua pusat sel), lalu berputar 60° berlawanan dengan arah jarum jam, kemudian lalui sepanjang j sel pada arah tersebut. Pada posisi akhir, maka disitulah letak frekuensi re-use nya.
Z2 = i2 + j2 – 2 i.j. Cos 120°
Z2 = i2 + j2 + 2 i.j. (0,5)
Z2 = i2 + j2 + i.j
Z2 = K ---- K = ukuran kluster
K = i2 + j2 + i.j

Untuk i = 1 dan j = 1 ------ K = 3
i = 1 dan j = 2 ------ K = 7
i = 0 dan j = 2 ------ K = 4
i = 2 dan j = 0 ------ K = 4

Contoh :
Untuk i = 1 dan j = 1 ---- K = 3
i = 1, j = 1
K = 12 + 12 + 1.1 = 3
Sumber interferensi maksimum = 6



Konsep Cluster pada CDMA

Dalam pengertian kluster yang sama seperti diatas, ukuran kuster di jaringan CDMA, KCDMA = 1, artinya frekuensi operasi yang sama diterapkan di semua sel. Tetapi CDMA memakai konsep clustering untuk perencanaan kode PN, hal ini bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya aliasing antar kode di dalam satu sel. Pada jaringan CDMA dikenal istilah PN re-use factor.

Macam-macam interferensi :
Co-channel Interference yaitu penggunaan frekuensi yang sama pada area sel yang berbeda.
Adjacent Channel yaitu interferensi yang disebabkan oleh kanal dalam satu sel.
Interferensi ini terjadi karena filter yang digunakan di penerima bukan merupakan suatu filter ideal, sehingga sebagian daya dari kanal lain dapat diterima / menginterferensi sinyal utama.
Ada beberapa untuk mengurangi pengaruh adjacent channel interference :
ü Mempertajam karakteristik peredaman pada filter
ü Memberi jarak / spasi frekuensi operasi dalam satu cakupan yang sama.

Co-channel Interference




Pengaruh interferensi Co-channel :
Interferensi MS – BTS
Interferensi BTS – MS

Interferensi MS – BTS
Dengan asumsi :



C = Po / L(D)
I = Po / L(R)
à C/I = f(R,D)
R = jarak MSC terjauh dari BTS terinterferensi (sinyal terlemah)
D = jarak MSI penginterferensi terhadap BTS terinterferensi atau pusat (karena MSI selalu bergerak, maka letak MSI di generalisasi berada di pusat sel co-channel / sel peginterferensi)
= jarak antara pusat sel co-channel (sel re-use)
sehingga perhitungan C/I diperoleh nilai optimis berupa asumsi C terlemah / terkecil dan I seragam

Interferensi BTS – MS




C = Po / L(D)
I = Po / L(R)
à C/I = f(R,D)
Dengan asumsi :
R = jarak MS terinterferensi terjauh dari BTS (sinyal terlemah)
D = jarak BTS penginterferensi terhadap MS terinterferensi (karena MS selalu bergerak, maka letak MS di generalisasi berada di pusat sel / sel terinterferensi)
= jarak antara pusat sel co-channel (sel re-use)
sehingga untuk perhitungan C/I diperoleh nilai optimis berupa asumsi C terlemah / terkecil dan I seragam.

Penentuan Lokasi Penempatan RBS
Dalam mengalokasikan BTS harus dilakuakan pertimbangan-pertimbangan dimana letak dari BTS tersebut, apakah BTS dibangun pada daerah yang mudah dijangkau dengan kendaraan, sehingga mempermudah pembangunan serta operasional atau perawatan di kemudian hari.
Didalam perencanaan ini alokasi BTS dibagi menjadi beberapa daerah sesuai dengan kondisi daerah perencanaan. Pembagian BTS menjadi daerah rural, urban atau sub urban adalah dikarenakan dalam alokasi BTS ini juga diperhitungkan berapa ketinggia dari bangunan yang ada pada daerah tersebut serta penyebaran penduduknya.
Dalam penamaan BTS, dilakukan sesuai dengan nama-nama daerah lokasi dari BTS tersebut, hal ini bertujuan agar mempermudah dalam pencarian lokasi dari BTS tersebut pada peta.

Optimalisasi Network
Ada banyak cara untuk melakukan optimalisasi, hal itu tergantung dari hasil yang diperoleh pada saat pengukuran melalui drive test setelah penempatan dan pembangunan BTS selesai.
Optimalisasi pada sistem CDMA berkaitan dengan keberhasilan penanganan interferensi pada sistem. Konsep optimalisasi ini dapat dimulai dari rumusan kapasitas sistem CDMA yang merupakan fungsi dari parameter-parameter yang bisa berubah tergantung dari kondisi implementasi.

W = lebar pita frekuensi spektral tersebar (Hz) = 1,2288 MHz
R = data rate sinyal informasi (kbps) = 9,6 kbps
Eb/Io = rasio energi per bit terhadap rapat daya penginterfernsi (dB)
α = gain aktifitas suara ( ≈ 2,67 untuk suara dan ≈ 1 untuk data)
β = gain sektorisasi antena ( ≈ 2,4 untuk antena trisektoral)
f = rasio interferensi dari luar sel terhadap interferensi dari dalam sel
( ≈ 0,6)

Optimalisasi bisa dilakukan dengan mengubah :
1. Faktor interferensi (f)
Implementasi single cell (rural cell) menyebabkan f = 0, sehingga kapasitas akan meningkat.
Antena yang memiliki karakteristik back lobe minimum akan berdistribusi kepada pengurangan interferensi sehingga kapasitas juga akan naik.
Kondisi derah turut juga berkontribusi terhadap kapasitas sistem CDMA, sehingga probabilitas blocking juga merupakan fungsi dari mean pathloss exponent.
2. Gain Sektorisasi (Gs)
Implementasi sektor yang semakin banyak dapat menekan interferensi lebih baik, sehingga akibatnya kapasitas akan semakin besar.


Metode pengukuran dengan menggunakan Drive Test
Drive Test adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengamati dan melakukan optimasi agar dihasilkan kriteria performansi jaringan. Yang diamati biasanya kuat daya pancar dan daya terima, tingkat kegagalan akses (originating dan terminating), tingkat panggilan yang gagal (drop call) serta FER.
Drive Test di sini di amati dari sisi penerima (MS) dan dilakukan dengan menggunakan software ReMOT yang terintegrasi dengan laptop, pada prinsipnya sama dengan alat drive test lain yaitu terhubung dengan handphone dan GPS (Global Positioning Satellite) yang digunakan untuk membantu menentukan letak dan koordinat posisi MS atau handphone yang digunakan pada saat bergerak. Konfigurasi pengukuran drive test dapat dilihat pada gambar :


Gambar Perangkat Drive Test

Perlengkapan drive test antara lain satu unit note book yang telah diinstal software ReMOT untuk CDMA, GPS 25-HVS VER 2.50, handset, power supply, peta jalan, dan sebuah hub.
Prosedur optimasi sendiri dibagi dalam tiga tingkata, yaitu single cell function test, cluster optimization dan system optimization.
Single cell function test
Dilakukan untuk menguji secara individu BTS.
Cluster optimization
Dilakukan untuk mneguji beberapa BTS dalam satu cluster, menguji hubungan dan performansi antar BTS.
System optimization
Dilakukan untuk menguji perfomansi jaringan yang lebih luas.

Drive Test dilakukan pada beberapa kondisi :
Drive Test awal yag dilaksanakan ketika suatu BTS telah selesai di-instal untuk mengetahui data awal suatu BTS juga menunjukkan tingkat kelayakan suatu jaringan.
Drive Test maintaining dalam rangka memonitoring performansi BTS sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Dilaksanakan dalam keadaan yang sangat diperlukan, yaitu jika ada keluhan dari pelanggan ataupun terdapat penurunan performansi BTS yang dilihat dari laporan harian.

Adapun hasil pengukuran ReMOT ini dapat ditampilkan dalam beberapa bentuk, antara lain :
1. Statistical Mode
Hasil pengukuran dalam bentuk data statistik secara merata, sehingga tidak bisa mengetahui secara tepat posisi daerah yang mengalami masalah.
2. Trace Mode
Hasil pengukuran drive test bisa dilihat dalam bentuk peta, dimana pada peta tersebut diperlihatkan plot-plot jalur yang ditelusuri saat drive test. Sehingga dari indikasi warna pada peta tersebut dapat diketahui daerah yang mengalami masalah.

Data-data yang bisa didapatkan dengan menggunakan ReMOT adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui informasi tentang BTS mana yang menangani MS, diketahui dari pilot sektor BTS mana yang meng-handle.
2. Memuat informasi tentang site yang menangani MS dan site disekitarnya yang memiliki sinyal pilot terkuat yang memungkinkan untuk handoff.
3. Mengamati level sinyal (Rx_lev), kualitas sinyal (Ec/Io), jarak antena BTS dan MS ketika pengukuran dilakuakan, Tx power, Forward/Reverse FER dalam %, kualitas call, persentase panggilan yang drop, active set, candidate set, finger information, jumlah call yang dihubungi, persentase call yang gagal, dan total call.

Adapun parameter untuk mengetahui kualitas sinyal, level daya terima MS, dan interferensi adalah sebagai berikut :
Ec/Io
Menunjukkan level daya minimum (threshold) dimana MS masih bisa melakukan suatu panggilan. Biasanya nilai Ec/Io menentukan kapan MS harus melakukan handoff.
Jarak BTS dan MS (near far effect)
Jarak BTS dan MS saat pengukuran juga memiliki pengaruh, dimana pada jarak yang cukup dekat kualitas sinyal lebih bagus dan sangat memungkinkan melakukan panggilan. Tetapi dalam CDMA perbedaan jauh dekat jarak BTS-MS sudah diatasi dengan kontrol daya.
RSSI (Received Signal Strength Interference)
Hampir sama dengan Ec/Io tetapi PSSI digunakan dalam coverage.
Mobile Station (MS) Tx power
Kenaikan daya pancar pada MS akan menyebabkan interferensi terhadap user lain. Sehingga user yang lain juga akan meningkatkan daya pancarnya.
FER (Frame Error Rate)
FER didefinisikan sebagai rata-rata kesalahan frame.

Plotting on Network Planning Tools
Ada beberapa macam software planning tool yang digunakan dalam membuat perencanaan jaringan telekomunikasi. Contoh software planning tool yang sering digunakan adalah Planet (MSI) atau Wizard (Agilent). Software ini sangat membantu untuk melihat hasil simulasi coverage perencanaan yang sudah dibuat. Dari software tersebut juga bisa dilihat besar co-channel dan adjacent channel interference yang terjadi. Selain itu, dengan menggunakan software ini maka bisa juga dolakukan perencanaan frekuensi dan kode tiap sel secara otomatis.
Cara penggunan software planning tool adalah memasukkan parameter data lokasi site dan informasi peta (kontur dan bangunan). Setelah itu hasil simulasi bisa segera didapatkan. Pada prinsipnya alat bantu (software) ini bisa mengestimasi dengan cukup akurat kuat sinyal pada bagian-bagian wilayah perencanaan.





Salah satu faktor yang mempengaruhi unjuk kerja antarmuka radio adalah propagasi gelombang radio. Propagasi adalah proses perambatan gelombang radio di udara, berawal saat sinyal radio dipancarkan di titik pengirim dan berakhir saat sinyal radio tersebut ditangkap di titik penerima. Dalam perjalanannya sinyal radio mengalami perlakuan-perlakuan (gangguan-gangguan) yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang dilaluinya, yaitu interferensi, fading, delay, redaman, dan derau. Gangguan-gangguan tersebut dapat mengurangi kualitas sinyal radio, yang pada akhirnya mengurangi kualitas sinyal informasi.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com